Baru berlangsung sekitar 2 bulan, kompetisi Liga 1 periode 2019 yang diikuti oleh 18 klub elit di  tanah air telah banyak memakan "korban" berupa mundurnya beberapa orang pelatih. Tindakan itu terpaksa diambil setelah klub yang ditanganinya memainkan lima atau enam kali pertandingan, namun hasil yang diraih tidak sesuai dengan harapan.
Itulah dilema yang mau tak mau harus dihadapi secara "jantan"oleh para pelatih sepak bola. Boleh dikatakan jabatan pelatih kepala di klub profesional manapun, di dalam atau di luar negeri, adalah kursi panas, karena berbau spekulatif.Â
Padahal dalam setiap pertandingan  hanya ada 3 kemungkinan, yakni menang, seri, atau kalah. Jika menang, terlepas dari keberuntungan atau memang karena strategi yang jitu, sang pelatih akan dipuja-puja. Giliran kalah, pelatih dicerca, dan kekalahan berturut-turut dalam beberapa kali laga, hanya memberi dua alternatif bagi sang pelatih: mengundurkan diri atau dipecat oleh pemilik atau manajer klub.
Senin sore (8/7/2019) kemarin, pelatih Semen Padang Syafrianto Rusli langsung menyatakan pengunduran dirinya dalam jumpa pers seusai laga. Bermain di kandang sendiri di Stadion Agus Salim Padang, Semen Padang justru dipermalukan oleh Tira Persikabo yang diarsiteki Rahmad Darmawan. Tira unggul 3-1 atas klub tuan rumah.
Syafrianto Rusli merupakan pelatih kelima yang menjadi korban keganasan Liga 1 tahun ini. Dari enam kali laga, Semen Padang belum sekalipun meraih kemenangan. Dengan hasil tiga kali seri dan tiga kali kalah, Semen Padang pada klasemen sementara terpuruk di zona degradasi.
Empat pelatih yang sudah lebih dahulu menyerah adalah Ivan Kolev (Persija Jakarta), Jacksen F Tiago (Barito Putera Banjarmasin), Aji Santoso (Persela Lamongan) dan Luciano Leandro (Persipura Jayapura). Kecuali Luciano yang dipecat, yang lain lebih "tahu diri" dengan mengajukan pengunduran diri.
Ada satu lagi pelatih yang nasibnya di ujung tanduk karena didesak suporter fanatiknya untuk mundur. Pelatih dimaksud adalah Robert Rene Albert yang meskipun tahun lalu sukses mengantarkan PSM menjadi juara kedua Liga 1 2018, sekarang belum kelihatan kehebatannya  dalam memoles Persib Bandung.
Desakan tersebut makin kuat setelah Persib dilumat Persebaya dengan skor telak 4-0 di Gelora Bung Tomo Surabaya, Jumat (5/7/2019) lalu. Ya, memang begitulah kejamnya dunia sepak bola. Hanya satu kata yang diburu, kemenangan. Padahal kalau ada yang menang, pasti ada yang kalah.
Asal tahu saja, pernah ada oknum bobotoh (sebutan buat suporter Persib) yang awal Maret 2019 lalu, saking kesalnya sampai memukul pelatih Persib sebelum Rene Albert, Miljan Radovic. Saat itu dalam rangka turnamen Piala Presiden, di markasnya sendiri Persib juga dikalahkan Persebaya dengan skor 2-3.
Ke klub mana sang pelatih yang baru mengundurkan akan berlabuh? Tak ada kepastian, bahkan bisa terancam menjadi pengangguran untuk sementara waktu, sampai klub lain, termasuk klub yang levelnya lebih rendah yang berkompetisi di Liga 2, ada yang tertarik menggunakan jasanya.
Ternyata tidak gampang menjadi pelatih sepak bola. Sudahlah biaya yang dikeluarkan relatif mahal untuk mengikuti pelatihan bagi calon pelatih agar dapat lisensi, namun tidak ada jaminan akan sukses. Ujian sesungguhnya bukan untuk meraih lisensi kepelatihan tapi track record saat anak asuhnya bertanding di lapangan hijau.