Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

[Event Semarkutiga] Menikmati Sensasi Minum Kopi Kawa Daun di Tabek Patah

11 Juli 2019   14:17 Diperbarui: 11 Juli 2019   14:50 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah  nagari (sebutan desa di Sumatera Barat) bernama Tabek Patah, yang terletak di jalan raya yang menghubungkan kota Payakumbuh dan Batusangkar. Bagi yang menyukai suasana pedesaan yang asri dan pemandangan khas pegunungan yang menawan, Tabek Patah adalah tempat yang tepat.

Nah, ke desa itulah saya bersama rombongan yang terdiri dari saudara dan keponakan saya berkunjung pada Sabtu (6/7/2019) yang lalu. Awalnya ada ajakan dari adik saya agar menikmati minum kopi kawa daun di Tabek Patah tersebut, sekitar 20 km dari Payakumbuh yang menjadi homebase saya bila lagi pulang kampung.

Begitu sampai di lokasi yang dituju, saya yang tadinya menduga bakal ke kafe besar dengan view pegunungan yang indah seperti yang banyak terdapat di Puncak, Jawa Barat, menjadi kaget. Ternyata kami hanya ke warung kampung biasa yang amat sederhana. Namun di depannya banyak kendaraan yang parkir pertanda pengemudi dan penumpangnya lagi menikmati sesuatu di warung tersebut. 

Seorang pengunjung berfoto selfie (dok pribadi)
Seorang pengunjung berfoto selfie (dok pribadi)
Apa sih istimewanya warung kampung itu? Soalnya sebagai orang yang pernah kuliah di fakultas ekonomi, saya merasa ramainya warung dengan tampilan seperti itu merupakan hal yang bertolak belakang dengan teori. 

Pemandangan yang dapat dilihat dari warung itupun tidak terlalu istimewa. Di Tabek Patah bila ingin melihat pemandangan yang bagus, ada objek wisata "Panorama Tabek Patah", tapi relatif jauh dan tak terlihat dari warung tempat kami singgah.

Memang sekarang ada kecendrungan tempat makan di desa-desa mulai diburu orang kota. Tapi biasanya tempatnya tertata rapi dan nyaman, termasuk punya fasilitas parkir yang memadai dan dianugerahi view yang cantik.

Sedangkan warung di Tabek Patah yang saya sambangi sebetulnya kurang nyaman serta kurang rapi. Namun ada satu menu minuman yang menjadi daya tarik, yakni kawa daun itu tadi.

Minum kawa daun ini jadi salah satu tradisi yang unik di Sumbar sejak era kolonial dan jarang ditemui di daerah lain. Tapi seiring perkembangan zaman, minuman ini semakin menurun pamornya, dianggap kampungan sehingga tak banyak lagi peminatnya, bahkan termasuk di kawasan pedesaan.

Kawa daun pakai susu (kiri) dan yang biasa (kanan)
Kawa daun pakai susu (kiri) dan yang biasa (kanan)
Lalu tanpa diduga, berkat unggahan di media sosial, sejak dua atau tiga tahun terakhir ini gengsi kawa daun kembali terkerek. Bagi yang belum tahu, kopi kawa daun bukan diolah dari biji kopi namun dari daun kopi yang telah diasap (bahasa Minangnya disangai) terlebih dahulu.

Konon penjajah Belanda dulunya mewajibkan semua buah kopi yang ditanam di Sumbar diekspor sebagai sumber penerimaan mereka. Akibatnya warga pribumi harus bekreasi dengan mengolah daunnya menjadi minuman.

Makanya sensasi minum kawa daun seperti menikmati campuran rasa kopi, teh, dan rempah-rempah. Memang agak sedikit pahit, namun tersedia dua versi penyajian yang membuat rasa pahitnya berkurang, yakni kawa daun dicampur susu kental manis dan kawa daun dicampur gula pasir.

Wadah minuman sengaja mengambil bentuk yang paling tradisional, yakni menggunakan batok atau tempurung kelapa (bahasa Minangnya sayak). Tentu generasi muda dan para remaja sekarang ini sudah jarang melihatnya.

Warung dengan tampilan sederhana tapi laris (dok pribadi)
Warung dengan tampilan sederhana tapi laris (dok pribadi)
Aneka gorengan menjadi "teman" minum kopi kawa daun ini yang disajikan dalam satu piring besar. Tapi jangan takut, yang harus dibayar hanya gorengan yang habis dimakan saja. Misalnya satu piring berisi 10 potong gorengan (masing-masing 2 potong untuk goreng pisang, goreng ubi, tahu isi toge, bakwan dan tempe), tapi tersisa 4 potong, maka hanya 6 potong yang dibayar plus harga kawa daunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun