Judul di atas adalah kalimat yang terucap dari mulut pelayan toko (agar lebih "halus" sebaiknya diganti dengan pramuniaga) yang saya lewati di ITC Mangga Dua, Jakarta. Bunda yang dimaksud di sini adalah istri saya, karena biasanya saya sering ditemani istri kalau lagi ke pusat perbelanjaan yang konon terbesar se Asia Tenggara itu.
Tapi soal klaim terbesar se Asia Tenggara tersebut, saya agak ragu dengan akurasi datanya, karena Pasar Tanah Abang pun juga sering disebut seperti itu. Yang jelas, baik Mangga Dua maupun Tanah Abang, di hari-hari mendekati lebaran ini biasanya penuh sesak oleh pengunjung yang ingin membeli pakaian buat berlebaran.
Hanya saja, Tanah Abang baru saja mendapat cobaan, terkena dampak aksi masa yang menolak hasil pemilu, sehingga praktis lumpuh pada tanggal 21-23 Mei 2019 lalu. Untung saja Mangga Dua jauh dari tempat kerusuhan.
Semoga tidak ada lagi peristiwa unjuk rasa yang berakhir rusuh yang membuat banyak sekali masyarakat sekitar tidak bisa beraktivitas secara normal. Bayangkan betapa sedihnya para pedagang yang sudah membeli persediaan barang yang banyak dengan harapan akan laris manis terjual sebelum lebaran, namun tak bisa berjualan karena hal yang di luar kendalinya.
Alhamdulillah suasana sekarang sudah kondusif. Makanya sebelum pada pulang mudik, silakan warga ibu kota untuk berkunjung ke berbagai tempat belanja favoritnya. Biarkan perekonomian bergulir, dari mereka yang mendapat THR mengalir ke para pedagang.Â
Dan kalau ditelusuri, peristiwa seseorang berbelanja di sebuah toko, terlihat seperti hal yang sederhana saja. Padahal karena itulah pabrik pakaian atau para pengrajin tetap berproduksi, banyak pekerja pabrik tetap bisa menerima upah, para pramuniaga tetap bersemangat, kios-kios laku disewa, para petugas keamanan mendapat tip, tukang parkir sibuk memandu kendaraan pengunjung, dan sebagainya, dan sebagainya.
Ada banyak pilihan untuk berbelanja pakaian jadi. Tapi kalau kita cermati, mungkin bisa dikelompokkan pada 3 tempat, yakni di mal, pasar semi tradisional dan pasar tradisional. Untuk kondisi di ibu kota, pasar semi tradisional seperti di Mangga Dua dan Tanah Abang tetap menjadi pilihan banyak orang.
Saya menyebutnya pasar semi tradisional, karena kondisi pasarnya berada pada gedung yang representatif, pakai pendingin udara, sehingga lebih nyaman ketimbang pasar tradisional yang biasanya berupa kios-kios sederhana yang menyatu dengan pasar biasa, yang kalau di Jakarta dikelola oleh PD Pasar Jaya.
Namun meskipun lebih nyaman ketimbang pasar rakyat, tentu masih kalah kelas dengan kondisi di mal mewah yang menjual barang-barang branded. Mal seperti ini hanya menjadi pilihan bagi segelintir orang kelas menengah ke atas, karena memasang harga yang beberapa kali lipat dibanding harga di Mangga Dua atau Tanah Abang, untuk barang dengan kualitas mirip, namun berbeda merek.
Maka mari nikmati sapaan ramah mbak-mbak pramuniaga, "Boleh bunda, bajunya bunda" atau kalau pembelinya berwajah lebih muda, "Boleh kakak, bajunya kak". Â