Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kisah Razia Warkel di Payakumbuh

17 Mei 2019   15:20 Diperbarui: 17 Mei 2019   16:03 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warkel? Ini bukan salah ketik untuk wartel. Warkel adalah warung kelambu. Tapi jangan buru-buru mengaitkannya dengan warung remang-remang. Warkel yang dimaksudkan di sini adalah warung yang menyediakan makanan dan minuman di siang hari selama bulan puasa yang dipasang kelambu agar dari luar tidak terlihat siapa saja yang ada di warkel tersebut.

Seperti dilansir dari dekadepos.com (16/5/2019), razia warkel di Payakumbuh yang berlangsung Kamis siang (16/5/2019) diwarnai aksi kejar-kejaran antara aparat yang melakukan razia dengan sejumlah remaja yang menjadi pengunjung warkel yang berada di Jalan Lingkar Utara Kelurahan Kubu Gadang, Kecamatan Payakumbuh Barat.

Ketika ketua tim aparat memasuki warkel, anggota aparat yang masih di luar warung dikejutkan dengan aksi sejumlah remaja yang berlarian ke luar warung. Maka terjadilah kejar-kejaran itu dan hasilnya 4 orang remaja dapat dijaring.

Payakumbuh yang terletak sekitar 125 km di utara kota Padang adalah kota masa kecil dan masa remaja saya. Namun setelah dewasa sampai saat ini saya berdomisili di Jakarta. Kalaupun saya sesekali pulang kampung, jarang yang dilakukan pada bulan puasa.

Saya ingat, dulu hampir semua rumah makan di Payakumbuh tutup sepanjang siang hari selama bulan puasa. Bahkan tidak sedikit yang tidak berjualan siang malam sebulan penuh, namun sebagian tetap berdagang mulai jam 5 sore sampai tengah malam.

Bagi yang tidak puasa, ada satu-dua warung nasi di Kampung Cina, masih termasuk pusat kota namun bukan di jalan utama, yang beroperasi. Tapi memang di pintu dan jendela kacanya dipasangi kelambu, sehingga mereka yang lewat di depan warung hanya melihat kaki pengunjung saja.

Rupanya sekarang ada "kemajuan" kalau warung nasi di Kubu Gadang, sekitar 3 km dari pusat kota, berani buka di siang hari. Tentu saja ini terjadi karena ada kebutuhan para pelanggannya. Respon cepat aparat untuk melakukan razia tentu juga hasil dari pengamatan bahwa ternyata keberadaan warkel memang ada dan dinilai melanggar peraturan daerah.

Masyarakat Minang memang terkenal taat dalam menjalankan perintah agama. Maka bila ketahuan tidak berpuasa, ada rasa malu. Namun dalam perkembangannya, Payakumbuh juga makin banyak dihuni para pendatang yang tidak semuanya muslim.

Lagipula ada kelompok yang berhalangan berpuasa seperti perempuan yang lagi haid, orang yang bekerja berat secara fisik, orang dalam perjalanan, atau yang sedang sakit. Mungkin dari sisi pedagang warkel, kelompok itulah yang disasarnya.

Namun masalahnya jadi sensitif untuk ukuran kota Payakumbuh atau kota-kota lain di Sumbar. Berbeda misalnya dengan Jakarta yang amat heterogen, di dekat rumah saya di bilangan Tebet, pagi-pagi di bulan puasa pedagang soto mie, bubur ayam, dan gorengan, sudah mangkal di dekat taman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun