Kebetulan saya beberapa kali mengikuti acara live program Ramadan di layar kaca. Saya suka menebak, kira-kira bagaimana cara pengisi acara menyempatkan diri beribadah dalam kesibukan acara siaran langsung itu?
Pada acara yang tayang waktu sekitar berbuka puasa, saya menebak begitu di layar televisi berkumandang azan magrib, para pengisi acara akan membatalkan puasanya. Kemudian setiap ada jeda untuk iklan, mereka akan makan secara mencicil.Â
Mungkin juga yang laki-laki bisa mencuri waktu untuk salat magrib secara kilat. Namun, untuk yang wanita  yang biasanya butuh waktu lebih lama untuk salat karena memakai mukena terlebih dahulu, tentu tak gampang menyiasati pelaksanaan salat di sela-sela shooting.
Saya tidak membayangkan kesulitan bagi para pengisi acara untuk melakukan salat isya dan salat tarawih karena dibolehkan salat sampai tengah malam.
Nah, yang jadi pertanyaan saya, ada satu acara dari salah satu stasiun televisi swasta, yang melibatkan beberapa ustad dan ustazah terkenal sebagai dewan juri dari lomba pencarian bakat uztad dan uztazah remaja.
Masalahnya acara tersebut berlangsung saat makan sahur dan baru berakhir sekitar jam 5 pagi, artinya untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya yang waktu subuhnya masuk sekitar jam 04.30, salat subuh pengisi acara mungkin (mohon maaf kalau berbau suudzon) tidak di awal waktu.
Ya begitulah kalau waktu ibadah bentrok dengan waktu siaran, tentu perlu pintar-pintar melakoninya agar dua-duanya berjalan seiring, ya urusan dunianya melului suksesnya acara di mata pemirsa, dan ya pula urusan akhiratnya tanpa meninggalkan kewajiban beribadah.
Bagi pemirsa yang menyukai acara Ramadan di layar kaca, pertanyaannya adalah; bagaimana mencuri waktu untuk beribadah (dalam hal menomorsatukan menonton acara) atau bagaimana mencuri waktu menonton (dalam hal menomorsatukan beribadah).
Pertanyaan tersebut sebetulnya bukan hal yang sulit, karena bagi yang meyakini ajaran agama secara utuh, sangat jelas bahwa ibadah harus didahulukan. Seberapapun menariknya sebuah acara, tinggalkan ketika sudah masuk waktu untuk beribadah.
Hal lain yang menjadi perhatian saya, banyak sekali acara Ramadan yang merupakan kolaborasi antara uztad dengan para artis, namun sayangnya sang uztad terkesan sebagai tempelan dan jatah bicaranya amat terbatas di akhir acara.
Ada yang beranggapan bahwa ulama yang mau bergaul dalam acara yang dikerubungi artis (yang di luar bulan suci artis-artis ini lazim berpakaian seksi namun pada acara Ramadan tampil lebih sopan), nilai keulamaannya terdegradasi.