Harian Kompas Senin (13/5/2019) menurunkan headline berjudul "Data Pribadi Dijual Bebas". Â Sesuatu yang sebetulnya tidak mengagetkan lagi karena kebocoran data pribadi, terutama data nasabah bank, sejak beberapa tahun terakhir ini dengan gampang diakses oleh mereka yang tidak berwenang.
Justru yang membuat masyarakat merasa gerah, pihak bank tetap saja berkilah bahwa data pribadi nasabah mereka telah diamankan dengan sistem yang paling canggih.Â
Mungkin pihak bank betul, namun tetap saja sistem di perbankan belum mampu menangkal munculnya oknum karyawan bank yang nakal. Ada saja petugas yang menerima dokumen pribadi nasabah, yang tergoda untuk menjual data yang dimilikinya kepada pihak lain yang membutuhkan, seperti petugas telemarketing.
Informasi yang dijual tidak hanya sebatas nama, alamat, nomor telepon, dan nama ibu kandung, tapi juga kemampuan finansial seseorang. Artinya, berapa gaji atau penghasilan lain seseorang, juga ikut dibocorkan, tentu dengan harga penjualan data yang lebih mahal, karena data finansial sangat penting dalam membidik calon konsumen yang prospektif.
Tentang nama ibu kandung, ini memang semacam standar dalam pengumpulan data yang dilakukan bank. Bila ada nasabah yang menelepon ke call center sebuah bank, pihak bank biasanya untuk menguji apakah yang menelepon betul-betul nasabahnya atau bukan, akan meminta si penelpon menyebutkan nama ibu kandungnya.
Soal kebocoran data, saya sendiri sudah beberapa kali mengalami. Mengetahui bahwa saya tidak mau mengangkat telepon masuk dari nomor yang belum saya kenal, akhir-akhir ini saya relatif sering menerima pesan yang nama saya ditulis secara lengkap.
Biasanya terhadap pesan seperti itu saya diamkan saja, atau sesekali saya bertanya balik, dari mana si pengirim pesan mendapat nomor dan nama saya. Ada yang menjawab bawa ia dulu bekerja di bank tempat saya menabung dan sekarang pindah ke bank lain, dan mengaku sudah mengenal saya dari dulu.Â
Tak ada perasaan bersalah dari si pencuri atau pembeli data, misalnya dengan terlebih dahulu minta maaf dan menjelaskan dari mana ia dapat nomor tanpa menunggu ditanya.
Pernah pula saya dapat pesan dari bank tempat saya menabung yang merayu saya untuk membeli polis asuransi yang diterbitkan perusahaan asuransi yang bekerja sama dengan bank tersebut. Saya curiga kenapa yang menghubungi saya bukan staf yang biasa berinteraksi dengan saya.Â
Buru-buru saya konfirmasi ke staf yang sudah saya kenal baik tersebut dan mendapat jawaban bahwa temannya telah mendapatkan nomor saya secara diam-diam. Rupanya antar staf di bank yang sama juga bersaing, saling membajak nasabah temannya.