Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Gemuk, Perlukah Mengakomodir Semuanya dalam Kabinet?

2 Mei 2019   16:55 Diperbarui: 2 Mei 2019   17:09 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya soal waktu, pasangan Jokowi-Ma'ruf akan diumumkan oleh KPU sebagai pemenang pilpres 2019, meskipun sebagai petahana, raihan suara sekitar 55 persen boleh dikatakan tidak begitu mengesankan. Soalnya, kalau di balik, artinya ada sekitar 45 persen pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi pada periode pertamanya, dan itu bukan jumlah yang kecil.

Menarik untuk diulas bahwa berbeda dengan tahun 2014, Jokowi sekarang ini diusung oleh koalisi yang sangat gemuk. Tentu menjadi masalah tersendiri bagaimana mengakomodir semua elemen, terutama dalam penyusunan kabinet baru nantinya, karena jumlah kementerian relatif terbatas.

Apa dasar dari sebuah partai mendapat 3 kursi menteri, atau 2 kursi, 1 kursi, atau barangkali ada yang harus legowo tanpa mendapat menteri, meski nantinya mungkin dapat posisi lain, misalnya duta besar di negara sahabat atau komisaris di perusahaan milik negara.

Soalnya bila jumlah kursi di DPR-RI yang menjadi patokan, tentu kasihan partai-partai yang tidak lolos threshold, padahal mungkin volume keringat yang dikucurkannya sama dengan partai yang berhasil melenggang ke Senayan.

Belum lagi melihat kemungkinan Partai Demokrat dan PAN mulai merapat ke Jokowi, akan sangat menimbulkan kecemburuan dari mereka yang berkeringat bila nantinya partai yang bergabung setelah pilpres juga diakomodir dalam bagi-bagi kekuasaan.

Beberapa hari yang lalu sempat beredar rumor di media sosial tentang susunan kabinet baru. Sebagian besar menteri lama masih dipertahankan, namun ada nama baru yang masuk, antara lain Yusril Ihza Mahendra, Raja Juli Antoni, dan Basuki Tjahaja Purnama. Namanya juga rumor, jelas sumbernya tidak bisa dipercaya.

Namun demikian kalau dihubung-hubungkan dengan kondisi aktual, tentu bisa saja dicari-cari. Yusril dengan partai PBB-nya ikut mendukung Jokowi-Ma'ruf, bahkan perseteruannya dengan Habib Rizieq sebelum pilpres, lumayan menghebohkan.

Raja Juli Antoni adalah Sekjen Partai Solidaritas Indonesia, yang juga ikut gerbong Jokowi-Ma'ruf. Anak muda yang sebelumnya aktivis Muhammadiyah ini terkenal kritis. Sayangnya, seperti juga PBB, PSI gagal menembus threshold untuk bisa mendudukkan wakilnya di DPR-RI, meskipun di beberapa daerah, berhasil duduk di DPRD.

Adapun Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal dengan nama Ahok, merupakan pasangan duet Jokowi saat memimpin DKI Jakarta sebelum menjadi Presiden. Namun selama kampanye pilpres 2019 lalu, khususnya setelah bebas dari hukuman penjara, tidak terdengar kabar pertemuan Basuki dengan Jokowi.

Baik, karena kabar di atas masih bersifat kabar burung, tak perlu diperpanjang. Hanya yang perlu ditegaskan, sebaiknya semua partai pengusung Jokowi-Ma'ruf tidak memaksakan agar ada personilnya yang kebagian jabatan menteri. Apalagi bila ada yang baru bergabung belakangan, misalnya apabila Demokrat dan PAN betul-betul hengkang dari Prabowo-Sandi dan tidak memilih menjadi bagian dari oposisi. 

Pertimbangan pemilihan anggota kabinet seyogyanya lebih memprioritaskan faktor profesionalisme. Bisa saja menterinya berasal dari parpol, namun rekam jejaknya di bidang tertentu yang cocok dengan kementerian yang akan dipimpinnya, harus relatif menonjol, bukan sekadar politisi saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun