Bagaimana rasanya tinggal di kawasan yang disebut sebagai terpadat di Asia Tenggara? Kawasan dimaksud adalah Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Kebetulan belum lama ini ada liputannya dari salah satu stasiun televisi. Ada pedagang makanan yang berkeliling kampung yang sempat diwawancarai reporter televisi. Kata si pedagang, ia dan 5 orang temannya yang sama-sama berasal dari sebuah kota di Jawa Barat menyewa sebuah kamar kecil di sebuah gang sempit di Tambora.
Jika mereka di kamar semuanya tidur berbarengan, akan sesak banget. Makanya mereka tidur bergiliran, dan sekaligus juga bergiliran menjajakan dagangannya dengan memakai gerobak.
Seperti yang ditulis tribunnews.com (5/3/2018), titik terpadat di Kecamatan Tambora ada di Kelurahan Kalianyar, di mana rata-rata setiap satu meter persegi ditempati oleh empat orang. Kebayang kan betapa sumpeknya?Â
Menurut Camat Tambora, Djaharuddin, kepadatan penduduk tersebut menimbulkan persoalan yang berdampak pada warganya, seperti seringnya tawuran, mudahnya berjangkit penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan susahnya penataan ruang karena campur aduknya ruang pemukiman dan tempat pedagang.
Sebetulnya ada lagi dampak lain yang sering muncul di kawasan padat penduduk, yakni rawan terjadi kebakaran. Sekali terjadi kebakaran yang akan terkena bisa puluhan rumah petak yang saling bersambung, sementara di pihak lain mobil dari unit pemadam kebakaran susah untuk masuk ke dalam gang selain juga susah untuk mendapatkan sumber air.
Iseng-iseng coba saja berselancar di dunia maya dengan mengetik kalimat "kebakaran di Tambora", akan keluar banyak berita tentang ini. Berita yang relatif baru misalnya ditulis tempo.co (3/1/2019) tentang api yang melahap tiga RT di Tambora, RT 4,5 dan 7. Yang terdampak dari kebakaran tersebut terdiri dari 36 rumah, 29 kontrakan, 74 kepala keluarga dan 408 jiwa. Â
Warga di Tambora juga susah mendapatkan sumber air bersih, sehingga terpaksa membelinya dari pedagang air keliling, dengan harga Rp 5.000 untuk dua jeriken, yang masing-masing berkapasitas 25 liter.
Kumparan.com (11/11/2017) menulis tentang kondisi sebuah gang kumuh di Tambora berisi deretan rumah berbahan beton dan tripleks yang terletak berdempetan. Â Kawasan padat di gang sepanjang sekitar 100 meter itu tak dapat penuh ditembus sinar matahari, membuatnya remang meski di siang hari.
Kembali ke soal kebakaran, selama sembilan hari libur lebaran sekarang ini, terjadi 17 kebakaran di Jakarta (Kompas, 9/6/2019). Kebanyakan kebakaran tersebut terjadi akibat korsleting listrik. Selain itu ada juga karena obat nyamuk dan ledakan petasan.
Memang di kawasan pemukiman padat penduduk, relatif sulit mengawasi tindakan pencurian aliran listrik dan pemakaian kabel atau peralatan listrik yang tidak memenuhi standar. Nah, ketika ditinggal penghuninya saat mudik berlebaran, bisa saja terjadi kelalaian seperti kelupaan mencabut stop kontak yang berakibat korsleting listrik.