Surat berharga negara tersebut hakikatnya seperti deposito, tapi diterbitkan oleh negara. Jadi sepanjang kita percaya dengan kelangsungan republik tercinta ini, tak perlu khawatir uang kita tidak akan dikembalikan negara.
Namun tentu saja tidak ada investasi yang tidak punya kelemahan. Ingat hukum low risk low return di atas, investasi yang risikonya kecil seperti saran saya itu tadi, relatif memberikan imbalan yang kecil.Â
Sebagai contoh, deposito di bank-bank besar saat ini berada di kisaran 7% per tahun dan surat berharga negara di kisaran 8%. Tapi tetap lebih untung ketimbang menarok di bank sebagai tabungan biasa yang memberi imbalan di kisaran 3%, yang hanya sekadar mengimbangi laju inflasi di negara kita yang tercacat 3,13% di tahun 2018.Â
Justru kalau ada bank yang menawarkan deposito dengan bunga kelewat tinggi, katakanlah 9%, atau surat berharga yang diterbitkan perusahaan swasta dengan imbalan 10%, saatnya kita melakukan check and recheck, karena ada risiko besar di balik imbalan besar.Â
Biasanya bank yang memberikan bunga jauh di atas bank lain, kondisinya lagi "kebelet" alias kehabisan dana, yang salah-salah bisa menuju collapse. Memang ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mengembalikan uang nasabah dari bank yang bangkrut, tapi bila nasabah menarok uangnya dengan bunga di atas suku bunga penjaminan LPS, ya menjadi risiko nasabah itu sendiri.
Demikian saja, yang jelas berinvestasi itu penting bagi yang punya kesempatan untuk itu, namun harus dilakukan dengan cermat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H