Usai sudah babak delapan besar Piala Asia yang berlangsung di Uni Emirat Arab (UEA). Empat negara yang lolos ke semi final adalah Jepang yang sekaligus jadi satu-satunya wakil Asia Timur yang tersisa, di tengah hadangan tiga negara Asia Barat yakni Qatar, Iran, dan tuan rumah UEA.
Dalam tulisan saya sebelumnya, saya memprediksi Korea Selatan yang maju, bukan Qatar. Adapun tiga negara lain, prediksi saya tidak meleset, meski sebagai orang Asia Tenggara saya sebetulnya mengharapkan kejutan dari Vietnam dengan menaklukkan Jepang.
Tapi kenyataannya kejutan itu hanya tinggal impian. Jepang menang 1-0 atas Vietnam dari hadiah penalti. Wakil Asia Timur lainnya, China, kalah telak 0-3 dari Iran. Ini juga bukan kejutan mengingat Iran adalah raksasa sepak bola Asia.
Demikian pula nasib Korea Selatan, juga dari Asia Timur, meskipun menjadi langganan Piala Dunia, publik Korea sendiri mungkin tidak kaget dengan kegagalannya.Â
Mereka menghubungkannya dengan kutukan karena federasi sepak bolanya pernah berbuat salah memberikan medali emas palsu pada semua pemain Korsel yang menjuarai Piala Asia 1960.
Sejak itu Korsel tak pernah juara lagi di Piala Asia. Sebetulnya federasinya sudah memberi ganti medali emas asli kepada para pemain yang masih hidup atau ahli warisnya.Â
Sayang masih ada beberapa pemain yang tidak teerlacak hingga saat ini, sehingga saat tampil di UEA, Korsel masih dihantui kutukan medali palsu tersebut.
Dalam laga Jumat malam (25/1) sebuah gol cantik dari tendangan jarak jauh pemain Qatar Abdul Aziz Hatim pada menit ke 79 telah membuyarkan harapan Korsel. Laga berakhir dengan skor 1-0 tersebut.
Demikian pula sang juara bertahan Australia juga takluk dengan kebobolan satu gol dari tuan rumah UEA. Ironisnya gol tersebut lahir dari kecerobohan pemain belakang Australia saat mengoper bola ke penjaga gawangnya.
Bola diserobot penyerang UEA, A. Mabkhout, dan dengan gampang menceploskan bola ke gawang Australia. Gol tersebut tercipta pada menit ke 68.