Rabu (23/1) kemarin, saya merasa miris saat menonton berita dari salah satu stasiun televisi. Berita yang saya maksud tentang nasib petani buah naga di Banyuwangi, Jawa Timur, yang membuang buah naga ke sungai dalam jumlah cukup banyak, karena kecewa dengan turunnya harga buah naga menjadi Rp 1.000 sampai Rp 2.000 per kg dari sebelumnya yang masih sekitar Rp 12.000 sampai Rp 15.000 per kg.
Dari berita di atas tentu tafsiran pemirsa televisi adalah betapa nasib petani sungguh mengenaskan. Mereka pasti berharap akan menerima sejumlah uang untuk menutupi berbagai keperluan sehari-hari, tapi malah seperti dipermainkan oleh para pedagang yang membeli buah ke petani.
Memang, secara hukum ekonomi, susah dielakkan bila pasokan lagi melimpah maka harga akan turun. Makanya petani diharapkan bersatu dalam wadah seperti koperasi yang bisa mengatur jadwal tanam dan panen agar tidak terjadi secara serentak, sehingga harga dapat dikendalikan.
Namun, berita tersebut punya dimensi lain saat saya menelusuri melalui kompas.com (22/1). Disebutkan bahwa ada seorang petani bernama Agus Widiaputra, warga RT 25 RW 3, Kedung Gebang, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, yang membuang buah karena sudah tidak layak konsumsi. Ya, buah yang busuk, mau tak mau harus dibuang.
Artinya, meskipun tindakan membuang ke sungai dapat dipertanyakan apakah merupakan hal yang tepat dilihat dari aspek lingkungan, alasan pembuangan sebetulnya bukan karena protes petani terhadap anjloknya harga. Â
Bahwa anjloknya harga adalah fakta yang perlu dicarikan solusinya oleh berbagai pihak terkait, khususnya pemerintah. Mungkin upaya pembinaan dan sosialisasi dari dinas pertanian setempat kepada para petani harus lebih diintensifkan lagi agar panen tidak terjadi secara massal, dan secara teknis tidak banyak hasil panen yang busuk.
Tapi soal pembuangan buah naga dikaitkan dengan protes atas anjloknya harga perlu dicermati akurasinya. Soalnya saat ini adalah tahun politik, semua hal bisa dipolitisir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H