Dulu sebelum toko swalayan (minimart) berkembang pesat merambah sampai ke seluruh penjuru negeri ini, pedagang toko kelontong menikmati era kejayaannya. Rata-rata pedagang tersebut hidup berkecukupan karena omzet penjualan yang tinggi. Hal ini wajar mengingat barang yang dijual adalah kebutuhan sehari-hari.
Lalu kehendak zaman telah mengubah preferensi konsumen yang lebih senang berbelanja di toko swalayan. Barangnya lebih lengkap, harganya lebih murah, tokonya lebih nyaman, dan konsumen dipersilakan mengambil sendiri barang yang hendak dibelinya, itulah yang menjadi daya tarik bagi toko swalayan.Â
Apalagi sekarang boleh dikatakan sangat gampang menemukan toko swalayan, khususnya bagi masyarakat perkotaan. Bahkan, di lokasi yang berdekatan bisa terdapat dua sampai tiga buah toko swalayan. Ini tidak hanya menjadi pemandangan di kota besar, namun telah sampai ke kota kecamatan.Â
Satu hal lagi yang membuat konsumen percaya dengan toko swalayan, adalah karena nama yang disandangnya. Hampir semua toko swalayan merupakan jaringan dari beberapa nama terkenal secara nasional, yang promosinya dilakukan secara terpusat dengan berbagai program diskon ataupun berbagi hadiah. Meskipun demikian, ada juga beberapa toko swalayan yang bersifat lokal, eksis di kota tertentu saja.
Sejak itulah pedagang kelontong yang menempati kios di pasar tradisional atau warung di pingir jalan, kurang dilirik oleh konsumen. Hanya mereka yang kepepet atau yang berbelanja satu jenis barang saja, yang memilih toko kelontong.
Banyak pemilik toko yang pasrah, membiarkan usahanya tergilas zaman, atau banting setir mencari nafkah di bidang lain. Tapi itu tidak berlaku buat pedagang toko kelontong di Surabaya.
Seperti yang diberitakan Kompas, (7/1/2019), para pedagang toko kelontong di Surabaya bergotong royong dalam mempertahankan eksistensinya. Mereka membentuk koperasi sebagai wadah, membeli barang secara bersama-sama secara langsung ke distributor, sehingga harganya lebih murah, tidak lewat pedagang perantara lagi.
Untuk modal koperasi, para pedagang tersebut mengumpulkan uang berupa simpanan pokok saat mendaftar menjadi angota dan simpanan wajib yang dibayar setiap bulan. Dengan demikian mereka punya bargaining power saat berhadapan dengan distributor.Â
Belanja dalam jumlah besar dan dibayar tunai membuat harga barang bisa turun sekitar 20 persen, dan akhirnya harga yang dijual toko kelontong ke konsumen bisa diadu dengan toko swalayan.
Koperasi pedagang kelontong tersebut diinisiasi oleh Dinas Perdagangan Kota Surabaya. Sejak dimulai tahun 2017 lalu, sampai sekarang telah terbentuk tujuh koperasi toko kelontong dari 31 kecamatan yang ada di Surabaya.Â
Tujuh koperasi tersebut terdapat di Kecamatan Rungkut, Genteng, Sawahan, Sambikerep, Tambaksari, Krembangan, dan Tenggilis, dengan total anggota lebih dari 250 orang pedagang.