Sudah kodratnya bank-bank milik Pemda (akan) sering gonta-ganti nakhoda. Bahkan sebetulnya bukan bank saja, tapi nasib banyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ya seperti itu. Hanya saja bila suatu provinsi punya beberapa BUMD, maka yang paling utama dari sisi nilai strategis dan ukuran asetnya adalah yang menjalankan usaha perbankan, yang disebut dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Sekarang untuk tujuan promosi sebutan BPD tidak lagi dicantumkan, mungkin dianggap kurang "menjual". Sebagai contoh, BPD Jawa Barat dan Banten, hanya disebut sebagai BJB. BPD Jawa Timur disebut Bank Jatim. Demikian pula di Jakarta, dinamakan dengan Bank DKI, tanpa embel-embel BPD meski hakikatnya tetap sama.
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan salah satu provinsi yang punya BUMD relatif banyak, lebih dari 20 perusahaan, yang antara lain bergerak di bidang properti, pariwisata, perdagangan, industri dan perbankan.
Kebetulan saja di DKI Jakarta dalam 7 tahun terakhir ini sudah terjadi beberapa kali pergantian Gubernur, dari Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saiful Hidayat, dan sekarang Anies Baswedan.
Bahwa pergantian gubernur merembet ke pergantian direktur utama BUMD, pada periode kepemimpinan Anies mulai terlihat buktinya. Selama Anies menjabat sekitar satu tahun, telah 5 BUMD yang berganti nakhoda Â
Tapi Anies tidak terlalu buru-buru mengganti Direksi Bank DKI. Anies mendahulukan pergantian di perusahaan Jakarta Propertindo, PAM Jaya, Dharma Jaya, dan Trans Jakarta. Setelah itu barulah giliran Bank DKI, yang telah melangsungkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 30 Oktober 2018 yang lalu dengan agenda pergantian Komisaris dan Direksi.
Artinya, Anies merasa telah cukup waktu dalam menilai para nakhoda Bank DKI terdahulu, dan mencari nakhoda baru yang dinilai lebih mampu mengangkat kinerja perusahaan, atau yang mampu mendukung program kerja Anies.Â
Hanya saja pergantian di Bank DKI boleh disebut sebagai perombakan besar-besaran, meskipun sebagian personil yang diganti masih relatif baru menempati posnya, belum 5 tahun sebagai periode yang dianggap normal.
Direktur Utama beralih ldari Kresno Sediarsi, bankir yang lama meniti karir di Bank Mandiri, dan menjadi pilihan Basuki alias Ahok saat menjadi gubernur, untuk menjadi orang nomor satu di Bank DKI sejak 2015.
Kresno diganti oleh Wahyu Widodo yang lama berkarir di Bank Rakyat Indonesia. Tersirat keinginan Anies agar Bank DKI lebih menggenjot kredit usaha mikro dan kecil, yang selama ini menjadi keahlian bankir BRI, ketimbang Bank Mandiri yang lebih berpengalaman untuk kredit skala besar untuk korporasi.
Di samping Wahyu Widodo, ada 2 bankir yang pernah menjadi pejabat BRI yang masuk jajaran pengurus Bank DKI sekarang, yakni Basuki Setyadjid sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen dan Zainuddin Mappa sebagai Direktur Manajemen Risiko. Direktur Kepatuhan dan Direktur Bisnis juga diganti oleh Zulfarshah dan Babay Parid Wazdi (liputan6.com, 31/10).