Artinya apa? Secara tersirat kita mengakui bahwa kapasitas kita ya hanya sedemikian. Inilah yang perlu dipikir ulang, apakah masih mungkin kemampuan para pemain ditingkatkan lagi sehingga mampu mengatasi tim setangguh Jepang.
Mungkin untuk menjawab hal tersebut tak bisa dibebankan kepada Indra Sjafri sendiri, karena kapasitasnya secara teknis kepelatihan ada batas mentoknya.
Bagaimanapun juga, tentu dunia persepakbolaan Indonesia pantas berterima kasih pada seorang Indra Sjafri. Walaupun hanya mempersembahkan satu gelar juara pada turnamen resmi, merebut Piala AFF 2013, tapi jasanya dalam menggairahkan sepak bola remaja sampai ke semua pelosok, sungguh besar.
Sepanjang sejarah, PSSI telah melaksanakan banyak hal. Mulai dari mengirim pemain remaja berkompetisi di Italia dan Uruguay, memakai pelatih asing, menaturalisasi pemain asing, membangun pusat pelatihan di berbagai kota, memutar kompetisi usia muda, menyusun panduan bagi sekolah sepak bola yang menjamur, dan sebagainya, dan sebagainya.
Metode apalagi yang belum kita coba? Atau apakah semua sudah on the right track, tinggal menambah intensitasnya saja? Untuk menjawab itu, tampaknya perlu dilakukan semacam general check up yang mencakup semua aspek, termasuk aspek manajemen di tubuh PSSI. Tapi PSSI harus siap-siap menerima rapornya sendiri. Jangan-jangan malah ada masalah tata kelola yang perlu dibenahi.