Takjub. Itulah yang saya rasakan sewaktu menonton berita pagi dari salah satu stasiun televisi, yang antara lain menayangkan liputan dari Desa Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.Â
Bisa jadi nama desa tersebut terdengar asing bagi orang luar Tasikmalaya. Namun mulai sekarang desa tersebut akan bersinar terang, terutama bagi para penggemar sepak bola.
Memangnya ada apa di sana? Nah ini dia yang bikin decak kagum. Sebuah lapangan sepak bola yang berstandar FIFA (Asosiasi Sepak Bola se Dunia) telah dibangun di desa itu.
Konglomerat mana yang mau membangun lapangan sepak bola di desa? Atau apakah ada proyek nasional seperti proyek Hambalang yang sampai sekarang gak ketahuan juntrungannya, malah membuat pejabat yang menanganinya dipenjara terlilit kasus korupsi?.
Bukan. Tak ada konglomerat gila bola yang melakukan investasi di Cisayong. Tidak ada pula proyek besar berskala nasional. Ini hanya soal pilihan, karena sekarang ini setiap desa diguyur dana dari anggaran negara yang tercantum pada APBN.
Hanya saja, selama ini, kebanyakan desa menggunakan dana tersebut untuk memperbaiki infrastruktur seperti jalan desa, pengairan, atau membangun taman wisata desa, sentra kerajinan rakyat, atau sejenis itu.
Namun pilihan dari Kepala Desa Cisayong, Yudi Cahyudin, memang berbeda. Dengan persetujuan dari semua unsur masyarakat dan mempedomani Permendes Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Dana Desa Tahun 2018, maka terwujudlah lapangan yang diberi nama "Lapangan Bola Lodaya Sakti" (Kompas.com, 22/10).
Lapangan Lodaya Sakti terlihat terawat dengan baik. Dengan ukuran seluas 93 X 54 meter, lapangan tersebut sepenuhnya menggunakan rumput yang berasal dari Eropa dari jenis Zoysia Matrella, dengan sistem drainase dan penyiraman air yang modern. Rumputnya tidak jauh berbeda dengan yang ditanam di Gelora Bung Karno Jakarta dan stadion di Jakabaring Palembang.
Tapi lapangan di Desa Cisayong tentu belum bisa disebut sebagai stadion, karena tidak ada tribun untuk penonton. Namun proses pembangunannya masih berlanjut antara lain untuk membangun jogging track.
Pemerintah Desa Cisayong menganggarkan biaya perawatan Rp 5 juta per bulan, antara lain untuk biaya listrik, penyiraman, pemotongan, dan pemupukan rumput. Biaya tersebut diharapkan tertutup dari penyewaan lapangan sebesar Rp 500.000 sekali main.Â
Klub sepak bola, sekolah sepak bola, sekolah umum, instansi pemerintah atau perusahaan swasta dari Tasikmalaya dan sekitarnya dapat bermain sepak bola di lapangan yang nyaman dan keren tersebut. Sangat jauh bedanya dengan lapangan bola di desa-desa pada umumnya yang ukurannya lebih kecil, kontur tanah tidak rata, rumputnya yang tidak terawat, serta tiang gawangnya asal-asalan.