Sejak di kantor tempat Edi bekerja ada pergantian bos, ritme kerja Edi dan beberapa temannya sesama staf senior berbeda jauh. Edi memang tetap sibuk menyiapkan berbagai materi presentasi, mengonsep surat keluar atau menjawab surat masuk, tapi jam 4 sore sudah bisa pulang ke rumah.
Soalnya saat para bos rapat, biasanya dari dari jam 2 siang sampai sekitar waktu magrib, Edi dan koleganya tidak lagi wajib mengikuti, meskipun ikut menyiapkan sebagian materi rapat. Padahal waktu masih dipimpin bos yang lama, selalu mengajak Edi dan teman-teman ikut rapat.
Di satu sisi Edi senang karena bisa pulang cepat. Tapi di sisi lain, ada perasaan kurang dibutuhkan oleh bos. Anehnya, tiga orang karyawati yang levelnya di kantor di bawah staf, malah diminta ikut rapat, walaupun perannya sangat minim, biasanya hanya mengedarkan daftar absen atau hal remeh temeh lain. Dulu, karyawati tersebut tak pernah diajak rapat.
Situasi seperti itu menjadi pembahasan Edi dengan teman-temannya. Kesimpulan mereka, tiga karyawati tersebut sengaja diminta ikut rapat, agar peserta rapat tidak gampang ngantuk, karena ketiganya memang punya penampilan yang enak dipandang.
Kisah berikutnya berasal dari Ardan, seorang kepala divisi di sebuah bank. Ardan sering datang ke atasannya, seorang direktur, baik karena dipanggil atau karena melaporkan sesuatu.
Kebiasaan Ardan setiap menghadap bos selalu membawa satu orang staf senior agar si staf bisa membantu mencatatkan omongan si bos serta bila nanti ada yang perlu ditinjaklanjuti, si staf sudah langsung menangkap kemauan sang direktur.
Karena staf senior mayoritas adalah pria, tentu mereka yang sering diajak Ardan menghadap bos. Suatu hari staf senior pada melakukan dinas di luar kota, Ardan pun terpaksa membawa seorang staf junior wanita. Sebut saja namanya Eci.
Ternyata sikap direktur amat baik dan sesekali Ardan memergoki mata atasannya menatap Eci dengan ekspresi terpesona. Padahal biasanya direktur sering berkata dengan nada keras cenderung marah ke Ardan, sehingga Ardan tak ingin lama-lama di ruang direktur.
Maka sekarang Ardan sudah punya kartu truf, kalau ke direktur ajak Eci saja, agar apa kata-kata Ardan akan dijawab oleh direktur dengan kalimat: "bagus...bagus, saya setuju".
Ada lagi cerita dari Triono, rekan Ardan sesama kepala divisi, tentu di divisi yang berbeda. Triono ini punya kebiasaan selalu didampingi dayang-dayang, dua sampai tiga orang karyawati cantik, anak buahnya sendiri.
Kalau ada tamu dari divisi lain untuk membahas sesuatu dengan Triono, dayang-dayang duduk di dekatnya. Demikian juga bila ia rapat di divisi lain, dayang-dayang juga ikut.