Tapi bukannya tidak ada kritik terhadap pola pembinaan atlet di China yang konon dari kecil setiap anak sudah dideteksi  apakah berbakat di bidang olahraga atau tidak. Bila berbakat, maka digembleng secara amat ketat sehingga calon atlet tersebut kehilangan masa bermain yang nota bene adalah hak anak.
Ras kuning lainnya, Jepang dan Korsel menyusul di bawah Cina. Kemudian setelah itu Indonesia, Uzbekistan dan Iran. Tapi pada APG, meski negara yang masuk 6 besar sama dengan AG, namun urutannya berbeda. Iran lebih sukses di APG ketimbang di AG. Sebaliknya Jepang lebih sukses di AG ketimbang APG.
Pesaing Indonesia di Asia Tenggara, lebih baik penampilannya di APG, karena Thailand dan Malaysia berada di peringkat 7 dan 8. Sementara di AG kedua negara tidak masuk 10 besar.Â
Kita pantas bersyukur dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya pada pencapaian atlet Indonesia di kedua ajang tersebut.
Tapi PR besar telah menunggu, bagaimana caranya mempertahankan prestasi yang telah diraih ketika kita tidak lagi menjadi tuan rumah. Tentu kita tidak mau disebut sebagai jago kandang. Ujian terdekat adalah SEA Games 2019 yang akan berlangsung di Manila, Filipina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H