Kisah heroik tidak harus muncul dari medan perang. Seorang anak muda, baru berusia 22 tahun, dengan melaksanakan tugas sebaik-baiknya sebagai petugas air traffic controller, atau demi gampangnya sebut saja petugas yang mengawasi lalu lintas pesawat dari menara bandara di Palu, telah menjadi seorang pahlawan.
Betapa tidak. Anthonius Gunawan Agung, yang biasa dipanggil Agung, petugas menara tersebut, dengan penuh rasa tanggung jawab menunaikan tugasnya memandu pesawat Batik Air untuk take off, meskipun teman-temannya sudah berlarian menyelamatkan diri karena menara tempat mereka betugas sudah bergoyang hebat menuju keruntuhan, akibat musibah gempa bumi.
Setelah tugasnya kelar, barulah Agung meloncat dari lantai 4, karena saat itu gedung tersebut sudah nyaris ambruk. Sayangnya, nyawa Agung tidak bisa diselamatkan. Dalam usia begitu muda, ia menghadap Sang Pencipta.
Tentu saja pilot Batik Air dan semua penumpangnya sangat berterima kasih karena telah diselamatkan oleh Agung. Sungguh tidak terbayangkan apa yang bakal terjadi seandainya Agung ikut teman-temannya dengan meninggalkan tugasnya untuk memandu pesawat.
Dengan melarikan diri bisa jadi Agung selamat. Dan belum tentu juga Agung akan dicap sebagai petugas yang lalai, karena dalam menghadapi bencana besar, hukumnya adalah silakan menyelamatkan diri masing-masing.Â
Tapi Agung ternyata tidak berpikir demikian. Ia bersedia mengorbankan jiwanya daripada ratusan penumpang beserta kru pesawat akan mendapat celaka.Â
Bagaimana kisah tersebut dari kacamata pilot yang dipandu Agung, telah banyak beredar di media sosial. Para pembaca kisah yang mengharukan sekaligus membanggakan tersebut, pasti gampang menyimpulkan bahwa tindakan Agung telah menunjukkan keagungan jiwanya.
Segera setelah kisah itu beredar makin ramai di media massa, banyak sekali pihak yang menyebut Agung sebagai pahlawan. Tapi tentu istilah pahlawan di sini bersifat informal.
Sebagai karyawan muda, masa kerjanya pasti masih pendek, tergolong pemula. Tapi, perilaku profesional dan penuh integritas yang sering didengungkan para pejabat dalam berbagai pidatonya, justru telah diterapkan secara amat baik oleh pegawai pemula itu.
Sementara pejabat yang sering ngomong soal perlunya integritas, banyak ditemui hanya sekadar pintar beretorika belaka, padahal diam-diam perilakunya yang korup betul-betul mencederai integritas yang diceramahkannya.
Agung telah memberikan pelajaran integritas yang sesungguhnya, sementara ada aktivis atau politisi tua yang seumuran kakeknya Agung, malah dengan sengaja mengarang-ngarang cerita yang akhirnya tersebar sebagai hoax.