Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Coba Cek, Siapa Tahu Anda Menjadi Seorang Miliarder

15 Mei 2018   10:34 Diperbarui: 15 Mei 2018   10:58 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok.ilmukekayaan.com

Dulu, orang kaya disebut sebagai jutawan, karena punya kekayaan senilai beberapa juta rupiah sudah tergolong hebat. Seiring berjalannya waktu, yang di negara kita juga berarti semakin menurunnya nilau uang karena terkikis inflasi, maka istilah yang disematkan kepada orang kaya adalah miliarder. Artinya, punya harta beberapa ratus juta rupiah di saat sekarang sudah hal yang biasa saja.

Namun dari cerita para pejabat yang wajib melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terungkap bahwa mereka yang hidup murni dari gaji resmi saja, terkaget-kaget setelah mereka mendata bahwa ternyata jumlah kekayaan mereka setelah belasan sampai puluhan tahun bekerja, telah menyentuh bilangan milyaran rupiah.

Atau bagi mereka yang baru pertama kali melaporkan daftar hartanya secara benar pada laporan pajak tahunan, akhirnya menyadari bahwa ia tidak semiskin yang diduga. Memang adakalanya terasa sulit untuk memenuhi kebutuhan uang tunai yang mendesak seperti membayar uang kuliah anak, menebus obat paten yang tidak diganti BPJS, dan sebagainya. 

Tapi terbatasnya uang tunai belum tentu bukan seorang miliarder. Mereka boleh merasa hidupnya biasa-biasa saja dan berbeda jauh dengan rekan mereka yang berani "main proyek". Yang mereka maksud dengan biasa-biasa saja adalah punya sebuah rumah tinggal di pinggiran kota yang saat dibeli dulu adalah tipe 36 atau 45, tapi pelan-pelan direnovasi dan diperluas atau dibangun bertingkat. 

Hal yang biasa itu, karena tetangga lain juga melakukan hal yang sama, ternyata bila dinilai dengan harga sekarang, rumah tersebut dihargai  Rp 800-900 juta. Itu karena daerah yang dulu disebut pinggir kota sudah tidak terlalu pinggiran lagi, dan jalan di depan rumah juga telah diaspal, sehinga harga tanahnya naik puluhan kali lipat.

Kalau yang rumahnya seharga sedemikian ditambah dengan sebuah mobil "sejuta umat" yang dimilikinya, sebuah motor untuk anaknya, beberapa potong perhiasan emas yang dipakai istrinya, satu set perabotan lengkap, beberapa buah peralatan elektronik, serta sedikit tabungan di bank, maka angka satu milyar pun tembus. Sehingga layaklah mereka menyandang julukan miliarder. 

Nah, meskipun anda tidak wajib melapor ke KPK atau ke Kantor Pajak, rasanya tetap perlu menginventarisir harta yang dipunyai, sebagai catatan pribadi. Siapa tahu anda telah seorang miliarder, meskipun selama ini merasa belum kaya. Hal ini sangat mungkin bagi mereka yang telah memiliki rumah sendiri (sudah bebas dari cicilan utang), memiliki kios sendiri bagi yang pedagang, dan punya kendaraan roda empat.

Artinya, menjadi seorang miliarder untuk saat ini, juga sudah bukan istimewa lagi. Maksudnya bagi miliarder pemula yang berada di batas bawah. Ya, tentu miliarder pun ada kelas-kelasnya. Kelas satu sampai dua miliar rupiah jelas jauh di bawah kelas ratusan milyar. Yang kelas puluhan milyar ke atas lah barangkali yang masuk kategori terpandang.

Apapun juga, membuat dan memelihara daftar kekayaan sangatlah berguna. Paling tidak, bisa menjadi alat untuk menambah rasa syukur kepada Sang Pemberi Nikmat. Bagi yang daftar hartanya masih sedikit, jauh dari predikat miliarder, bisa menjadi alat untuk memotivasi, memacu semangat berusaha dengan membuat perencanaan yang lebih matang. 

Pada akhirnya, berapapun juga harta kita, yang paling penting bukanlah pada nilainya dalam rupiah, melainkan nilai dari keberkahannya, yang tercermin dari bagaimana kita mengharagai apa yang kita punya serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, termasuk dengan berbagi kepada yang lebih membutuhkan. Jangan sampai kita diperbudak harta.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun