Seperti diketahui, ada tiga klub dari Liga 2 yang berhasil promosi ke Liga 1 di kompetisi sepakbola tanah air musim ini. Ketiga klub tersebut adalah Persebaya Surabaya, PSMS Medan, dan PSIS Semarang. Persebaya yang merupakan juara Liga 2 tahun lalu mulai menunjukkan taringnya setelah tampil dalam beberapa pertandingan di Liga 1.
Tapi wajah Persebaya mengalami banyak perubahan, dengan bergabungnya beberapa pemain yang dulunya memperkuat Persipura Jayapura serta beberapa pemain asing. Akibatnya, Irfan Jaya yang tampil impresif menjadi penyerang yang menghasilkan banyak gol ke jaring lawan, dan terpilih menjadi pemain terbaik sepanjang kompetisi Liga 2, sekarang justru lebih sering menghuni bangku cadangan. Kalaupun diturunkan oleh pelatih, menit bermainnya amat sedikit menjelang pertandingan mau berakhir.Â
Bisakah hal itu disebut sebagai "habis manis sepah dibuang"? Tentu tidak segampang itu memberikan judgement. Pelatih pasti punya pertimbangan yang matang sebelum memutuskan pemain yang diturunkan dalam sebuah pertandingan. Persaingan di Liga 1 jauh lebih ketat ketimbang Liga 2. Dan tentu sebagai pendatang baru, klub-klub promosi tidak mau hanya numpang lewat di Liga 1.
Makanya evaluasi terhadap semua pemain mutlak diperlukan. Seorang pemain yang bersinar di Liga 2 belum tentu punya kapasitas yang tinggi untuk tetap bersinar di Liga 1. Sebaliknya pemain Liga 1 yang klubnya terdegradasi, bisa tetap bertahan, bahkan semakin mengkilap dengan berpindah ke klub Liga 1 lainnya. Itulah yang terjadi pada Riko Simanjuntak.
Riko sebetulnya waktu main di Semen Padang belum begitu mencuri perhatian publik. Tersingkirnya Semen Padang di Liga 1 tahun lalu membawa berkah bagi Riko dengan menerima pinangan Persija Jakarta. Prestasi Persija pun cemerlang dengan duet maut Riko dan Marko Simic, di mana tusukan tajam Riko dari sayap kiri atau kanan berakhir dengan umpan matang ke arah Simic, dan tanpa ampun rekrutan anyar asal Kroasia ini menceploskan bola ke gawang lawan.
Beberapa pemain Semen Padang lainnya juga tidak rela turun kelas, dan mencari pelabuhan di klub yang masih bertahan di Liga 1. Contohnya adalah kiper Jandia Eka Putra yang pindah ke PSIS Semarang dan Vendry Mofu ke Bhayangkara FC. Namun ada banyak pemain yang masih setia bertahan, berjuang bersama agar tahun depan Semen Padang kembali ke Liga 1, seperti Irsyad Maulana dan Agung Prasetyo, meskipun ada tawaran dari klub Liga 1.
Cerita berbeda ditempuh oleh pemain naturalisasi Christian Gonzales. Meskipun klubnya Madura United punya prestasi yang baik di musim lalu, sekarang Gonzales memilih bergabung dengan klub Liga 2 PSS Sleman. Namun kabarnya masih ada masalah yang mengganjal antara Gonzales dengan klub lamanya.
Jadi, sebuah klub bisa saja mendapat promosi ke kasta yang lebih tinggi, tapi tidak otomatis para pemainnya yang dulu mati-matian mengangakat prestasi klub, akan mendapat kesempatan bermain yang lebih banyak di Liga 1. Sebaliknya, sebuah klub bisa saja terdegradasi, tapi bukan berarti semua pemainnya ikut-ikutan terlempar ke kasta yang lebih rendah. Justru ada yang semakin bersinar bersama klub Liga 1 lain. Atau bisa saja klubnya tidak terkena promosi-degradasi, tapi pemainnya yang berpindah-pindah antar kasta di Liga Indonesia.
Begitulah memang  dinamika berkarir sebagai pemain sepak bola. Sistem promosi-degradasi diterapkan di Liga negara mana pun, dan pasti berpengaruh pada karir pemain. Dalam kasus di persepakbolaan Indonesia sekarang, secara mental, beban terberat dipikul oleh tiga klub yang terdegradasi ke Liga 2, yakni Semen Padang, Persiba Balikpapan, dan Persegres Gresik. Tidak gampang untuk bisa menjadi tiga besar Liga 2 agar dapat promosi ke Liga 1 tahun depan.
Contohnya berapa lama PSMS dan PSIS "terkubur" sebelum bisa bangkit, di luar kasus Persebaya karena masalah dualisme di masa lalu. Bahkan sudah banyak pula klub yang pernah main di kasta tertinggi, sekarang tidak terdengar lagi namanya di Liga 2 sekalipun, seperti Persma Manado, Persijap Jepara, PS Bengkulu, dan sebagainya.