Di Jakarta, tidak terhitung banyaknya tempat mangkal para pedagang makanan jalanan, baik yang bersifat resmi dengan izin pemda, maupun yang tanpa izin. Apalagi dalam bulan suci Ramadhan ini, aktivitas pedagang makanan jalanan terlihat lebih marak, terutama dalam menyediakan makanan untuk berbuka puasa.
Salah satu lokasi yang sudah terkenal sejak puluhan tahun lalu adalah pedagang makanan khas Minang yang ada di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Tepatnya kalau dari Senen menuju Salemba, berada di sisi kiri jalan. Bahkan sejak bulan Mei lalu kawasan ini tidak lagi terkesan semrawut khas kaki lima, tapi lebih tertib dan nyaman. Kawasan tersebut sekarang diberi nama keren "Food Street Kramat".
Para pedagang kecil yang ada di sana mendapat kios yang rapi dengan ukuran memadai. Tampilan kios pun oke dengan warna yang seragam, yakni dominan merah. Bagi pengunjung yang mau makan di tempat atau dibungkus, tidak masalah karena sama nyamannya. Area parkir pun lumayan luas yakni sepanjang sisi kiri jalan.
Tapi khusus selama bulan puasa, pengunjung yang ingin makan di tempat di siang hari tidak diperkenankan. Itulah yang saya lihat pada suatu hari di minggu pertama puasa. Saat itu sekitar jam 3 siang. Saya kebetulan ke sana untuk membeli lauk dan juga takjil untuk dibawa pulang sebagai bekal untuk berbuka puasa.
Ada dua orang remaja putri yang masuk salah satu kios untuk makan di tempat. Eh gak taunya si pedagang menolak melayaninya. Barangkali si pedagang memakai prinsip "hormatilah orang yang berpuasa". Di kampung halaman si pedagang di Sumatera Barat memang pedagang makanan banyak yang tutup selama bulan puasa. Sebagian kedai makan di tempat tertentu seperti di terminal bus, buka di siang hari, Â tapi ditutup tirai sehingga siapa yang lagi makan tidak terlihat dari luar. Toh banyak juga yang non muslim atau yang muslim tapi lagi berhalangan karena datang bulan, lagi hamil, dalam perjalanan, pekerja kasar, dan sebagainya, yang butuh makan siang.
Jadi, bagi yang ingin makan siang di Food Street Kramat, tahan dulu selama bulan puasa. Toh, tidak jauh dari situ ada mal Atrium, yang sebagaimana mal lainnya, memakai prinsip "hormatilah yang tidak berpuasa". Hal ini wajar, karena pengunjung mal yang non muslim relatif banyak. Dan yang berpuasa tidak perlu tersinggung, anggap saja sebagai ujian kesabaran.Â
Kembali ke Food Street Kramat, puluhan kios yang ada menyajikan hidangan yang relatif seragam. Ada yang khusus menjual lauk seperti rendang daging, dendeng balado, gulai tunjang, gulai cancang, dan aneka masakan Padang lain. Ada yang menjual aneka camilan, juga khas Padang, seperti bubur kampiun dan lamang tapai. Lamang tapai, berupa ketan putih yang dibakar dalam batang bambu dicampur dengan tape, hanya ada selama bulan puasa. Rasanya gurih dan cocok untuk berbuka puasa.
Mumpung masih bulan puasa, bagi warga ibukota, silakan berkunjung ke Food Street Kramat. Temukan ketertiban dan kenyamanannya. Tapi kalau soal rasa, maknyus atau biasa-biasa saja, terpulang ke lidah masing-masing. Bagi saya yang merindukan masakan Minang yang otentik sebagaimana yang gampang saya temukan kalau lagi pulang kampung ke Padang, memang yang di Kramat terasa standar. Namun sekali lagi, kerapian dan kenyamanan cukup mengundang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H