Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Setelah Kasus Jual-beli Opini, Perlukah Lembaga Pengawas Auditor?

30 Mei 2017   13:59 Diperbarui: 30 Mei 2017   18:49 3031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nah, pasien yang betul-betul butuh diagnosa, dalam praktek di perusahaan diwujudkan dengan memperkuat auditor internal, yakni auditor yang bekerja sepenuhnya di perusahaan tersebut. Auditor internal jadi kebutuhan bagi manajemen untuk melihat potret perusahaan yang sesungguhnya. 

Namun, setelah potret itu didapat, untuk kepentingan citra di mata publik, cenderung dipercantik,  dengan memilah-milah mana yang akan dibuka ke regulator dan KAP (yang kemungkinan akan terbuka ke publik) dan mana yang hanya diketahui big boss saja. Tentu saja auditor internal kurang independen, dalam arti bila ada kasus yang menyangkut orang nomor satu di perusahaan tersebut, kemungkinan besar akan "diamankan". Itulah makanya auditor eksternal tetap amat vital peranannya, karena seharusnya mampu menemukan hal yang disembunyikan.

Tapi kenyataanya, bila auditor eksternal seperti BPK dan KAP belum berfungsi seperti yang diharapkan, maka pertanyaannya, siapa yang harus mengawasi auditor? Padahal secara kelembagaan kedudukan BPK sudah amat kuat, karena menjadi lembaga tinggi negara, dan tidak bisa diintervensi pemerintah. 

Apakah betul perlu dibuat lembaga yang mengawasi auditor? Jangan-jangan kalau lembaga pengawas auditor ini juga tidak kuat iman, maka lama-lama mucul pula lembaga pengawas untuk mengawasi pengawasnya auditor. Nah kalau begitu, jelas ini tidak akan ada ujungnya. 

Jadi sebetulnya janganlah menambah lembaga baru, dengan catatan tentu masing-masing KAP, termasuk BPK, sudah punya standar dan prosedur dalam Quality Assurance (QA) atau bagaimana meyakini proses audit sudah berjalan dengan baik. Di KAP, QA tersebut berisikan semacam dewan pakar yang akan memeriksa hasil pekerjaan auditor sebelum opini diterbitkan. Di BPK tentu juga yang semacam QA. Di samping itu, di BPK ada majlis kode etik. 

Pada dasarnya bila sejak awal direkrut, telah berhasil dijaring calon auditor yang merupakan orang-orang pilihan (ya pengetahuannya, ya integritasnya), maka ini sudah menjadi modal awal yang baik. Tinggal lagi membekali calon auditor tersebut dengan pelatihan yang memadai. Sejalan dengan berlalunya waktu, cermati pula perubahan gaya hidup auditor tersebut, untuk mengendus apakah ada yang terkontaminasi. 

Perlu dipahami bahwa bagaimanapun bagusnya sebuah sistem, kalau ada kolusi, pasti akan bobol juga. Tentang kolusi ini, bila budaya atasan atau auditor senior masih belum mampu menjadi teladan, sering berkhotbah tentang integritas tapi diam-diam di belakang menerima salam tempel, maka modal awal berupa rekrutmen yang oke dan pelatihan yang memadai, akan sia-sia. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun