Athirah sebetulnya punya momen yang tepat kalau ingin membalas dendam pada suaminya. Saat Indonesia terbelit inflasi ribuan persen di akhir masa Orde Lama di tahun 1965, bisnis suaminya hancur, padahal banyak pegawainya harus digaji.Â
Saat itulah Athirah memperlihatkan jiwa besarnya. Justru keikhlasannya menyerahkan simpanan investasi emasnya (Athirah diam-diam berdagang sarung tenun), membuat hati suaminya luluh dan tertunduk malu. Itulah kemenangan Athirah yang sekaligus menjadi penutup film. Keikhlasan itulah yang menjadi kekuatannya, termasuk dalam mendidik anak-anaknya. Selain Athirah, Ucup (diperankan oleh Christoffer Nelwan) memang mendapat porsi besar dalam film ini.
Namun bagimanapun, ini adalah film tentang Athirah, tentang seorang ibu. Meski terselip juga kisah cinta Ucup pada seorang teman SMA-nya, Ida. Namun Ida menolak karena takut Ucup nantinya berpoligami seperti bapaknya. Ada pula adegan yang mengharukan saat Ucup mendampingi ibunya ke rumah sakit saat melahirkan anak bungsunya.
Terlihat pula adegan saat Ucup  memakai songkok Raja Bone, lalu ibunya menyampaikan harapan agar Ucup jadi seorang gubernur kelak. Sayang dalam kenyataannya, Athirah sudah berpulang saat JK dilantik jadi Wapres tahun 2004, jabatan yang lebih tinggi dari gubernur.
Kalau ada sedikit kritik, adalah menyangkut casting pemain. Ada dua wajah Ucup dan dua wajah Ida, masing-masing versi usia SMA dan versi dewasa, yang dimainkan oleh pemain dengan wajah dan postur badan relatif berbeda jauh.Â
Kemudian, kalau ada yang berharap akan penonjolan pada obyek wisata di Sulawasi Selatan, karena di film Laskar Pelangi, Riri Riza melakukan itu terhadap obyek wisata di Belitung, mungkin agak kecewa. Hanya ada sekilas keindahan air terjun Batimurung dan batu-batu karst di sekitarnya. Tak ada Toraja atau Pantai Bira, mungkin karena tak sesuai dengan tuntutan cerita.
Semoga saja film yang mengandung banyak pelajaran ini mampu meraih simpati penonton. Semoga juga, seperti kisah Habibie yang sudah dibuat dalam dua film, dan akan dibuat film ketiganya, film tentang JK bisa berlanjut. Kisah cinta JK dengan Ida, gadis putri perantau Minang di Makassar, sambil jadi aktivis kampus dan membesarkan usaha bisnis grup Kalla, kemudian jadi menteri dan Wapres, pasti menarik untuk diangkat ke layar lebar.