Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih 2 dari 3: Jujur, Pintar, dan Patuh

7 April 2016   16:55 Diperbarui: 7 April 2016   17:16 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggaplah anda lagi memilih seorang pembantu rumah tangga (PRT). Menurut penyalur yang anda datangi, mereka tidak punya stok PRT yang mempunyai kompetensi komplit dalam arti memenuhi kriteria kejujuran, sekaligus juga kepintaran dan kepatuhan. Tapi mereka punya berbagai kombinasi, dan anda dipersilakan memilih calon PRT yang memiliki 2 dari 3 kompetensi tersebut.

Karena anda baru saja punya pengalaman buruk dengan PRT sebelumnya yang diam-diam mengambil uang di lemari di kamar anda, maka anda dengan yakin memilih kejujuran sebagai kriteria utama. Nah tinggal kombinasinya apakah anda suka yang jujur dan pintar atau yang jujur dan patuh? Ini bukan pilihan yang gampang.

Bila anda atau istri anda di rumah termasuk tipe yang bisa memberi arahan yang jelas tanpa perlu improvisasi dari si PRT, maka pilihlah yang jujur dan patuh. Patuh atas perintah anda tanpa banyak cingcong. Tapi bila anda atau istri justru butuh pendapat si PRT tentang, misalnya, jenis masakan yang harus dibuat, pekerjaan mana yang harus didahulukan, dan sebagainya, maka pilihlah yang jujur dan pintar. Tapi anda jangan heran bila pendapat anda bisa dibantah oleh si PRT berdasarkan ilmu yang dimilikinya.

Dalam dunia birokrasi di kantor atau perusahaan, kondisi tenaga kerja yang ada kurang lebih dapat disederhanakan seperti di atas. Banyak yang pintar tapi kurang patuh, dan sebaliknya banyak yang patuh tapi kurang pintar dalam arti tidak punya inisiatif, tidak punya ide. 

Untuk pekerjaan yang bersifat mekanistis, sudah jelas urutannya A sampai Z,  maka unsur kepatuhan sangatlah dibutuhkan. Meski tidak diawasi mandor, cukup hanya ada topi mandor yang ditaruh di meja, atau ada mobil mandor yang diparkir dekat ruang tempat karyawan bekerja, itu sudah cukup untuk membuat anak buah rajin.

Tapi perusahaan yang bergerak di industri kreatif, jasa keuangan, media masa, atau yang membutuhkan unsur olah pikir yang dominan, maka kepintaran lebih dibutuhkan ketimbang kepatuhan. Namun jangan heran bila karyawan tipe begini bila merasa tidak mendapat ruang yang lebar untuk melakukan improvisasi, akan segera mencari perusahaan lain.

Bagaimanapun juga, kejujuran atau yang bahasa kerennya adalah integritas, tetaplah hal yang paling utama. Susahnya hal ini pula yang paling sulit dideteksi. Dari PRT hingga bos besar, ada saja yang mengambil yang bukan haknya. Semakin pintar seseorang, semakin canggih modus penyelewengannya. Integritas seseorang bisa pula naik turun tergantung lingkungan dan kesempatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun