Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merawat Kelompok Pertemanan di Dunia Nyata

10 Mei 2016   13:44 Diperbarui: 10 Mei 2016   14:09 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam pergaulan sehari-hari, seperti di sekolah, di kampus, di kantor,  di kos-kosan, di asrama, atau di tempat lain (selain pertemanan di dunia maya) , tak terhindarkan adanya semacam geng tidak resmi. Anggaplah ada satu kelompok besar yang terdiri dari 50 orang. Nantinya secara alami akan terbentuk sekitar 10 grup pertemanan.

Memang, untuk bisa jadi akrab, perlu ada kesamaan chemistry antar teman. Dan lazimnya dari 50 orang, setiap sekitar 4 sampai 6 orang, tanpa mereka sadari membuat kelompok sendiri. Yang rajin beribadah berteman sesamanya. Demikian pula yang suka dugem. Yang suka ngobrol politik bikin kelompok tersendiri. Yang hobby bola juga mengelompok.

Di bangku kuliah bisa jadi lebih tajam pengelompokannya. Yang cakep berteman sesama yang cakep. Yang kaya juga begitu. Yang ndeso ngumpul sesama ndeso. Kemana-mana mereka berkelompok. Mirip juga di lingkungan perusahaan atau instansi, yang sama-sama alumni kuliah di luar negeri buat geng sendiri. Staf di bagian "basah" karena sering kecipratan hadiah dari rekan kerja biasanya mengelompok saat makan siang di restoran mahal. Sedang yang di bagian "kering" makan siang di Amigos (agak minggir got sedikit).

Tapi pengelompokan tersebut semuanya bersifat cair. Seseorang bisa aktif di dua atau tiga kelompok sekaligus, namun tetap ada satu kelompok pertemanan yang paling sreg. Contoh, apabila seseorang yang pada dasarnya senang dugem, tapi karena motif kamuflase ikut juga di kepengurusan badan kerohanian di kantor, maka sebetulnya waktu terlibat dalam aktivitas kerohanian, ia tidak begitu enjoy. 

Nah, karena bersifat cair itu tadilah, kadang-kadang muncul juga problem psikologis. Contoh, kalau tiba-tiba ada satu anggota yang tiba-tiba mendapat promosi sehingga menjadi bos dari teman kelompoknya, atau justru karena dapat hukuman jabatan sehingga posisinya lebih rendah dari teman kelompoknya, maka karyawan yang beginian sudah tidak nyaman lagi di kelompok tersebut dan mulai menjaga jarak.

Ada pula karyawan yang tak bisa mengikuti gaya hidup teman kelompoknya, sehingga mulai menarik diri atau mulai ditinggalkan teman-temannya. Contoh, waktu sama-sama jadi staf, mereka berlima orang terlihat kompak. Saat masing-masing sudah naik jabatan, empat orang lifestyle-nya mulai berubah sesuai posisinya yang sudah tingggi. Yang satu orang juga naik jabatan, tapi masih tetap bergaya low profile, sehingga tidak cocok lagi bergaul dengan grup lamanya.

Jadi, bila seseorang terlepas dari kelompoknya karena alasan psikologis yang jelas, tentu tidak masalah. Yang jadi problem, bila ada seseorang yang merasa tiba-tiba dicuekin teman kelompoknya, atau oleh salah seorang dari teman kelompoknya. Yang bersangkutan sudah mencoba mengingat-ingat apa kesalahannya, tapi tidak ketemu. 

Dalam hal ini, tak ada salahnya yang merasa disisihkan kelompok, bertanya kepada seseorang yang dianggap ketua kelompok tentang apa kesalahannya, atau apakah cuma perasaannya saja. Meminta maaf atas suatu kesalahan yang disengaja ataupun tidak, perlu dilakukan untuk menentramkan jiwa. Namun bila hanya karena salah pengertian, perlu pula dijelaskan agar bisa diterima teman sekelompok.

Bila mereka tidak mau menjelaskan kesalahan si anggota yang merasa tersisih atau justru karena yang tersisih tidak berani bertanya, bisa pula dipakai taktik pura-pura, seperti pura-pura minta tolong kepada anggota yang dianggap paling cuek. Taktik mengajak makan bareng, kalau perlu mentraktir mereka kalau lagi ada uang, boleh pula dicoba. Semuanya adalah untuk membuktikan apakah mereka merespon dengan baik seperti biasanya atau memang sudah ada perubahan. 

Menjadi oraang yang tersisih dari kelompoknya memang tidak enak, tapi harus diterima dengan jiwa besar bila sudah tidak mungkin "rujuk". Beda dengan seseorang yang menyisihkan diri seperti seorang angota kelompok yang senang dugem, lalu mendapat "hidayah" dan hijrah ke kelompok religius, maka anggota yang lain yang dituntut untuk berbesar hati melepasnya. 

Demikian saja, meski kelompok pertemanan  saat ini lebih marak di dunia maya, kita semua pasti membutuhkan pertemanan di dunia nyata.  Merawat pertemanan ini tetap diperlukan. Ironis sekali bila sekelompok orang lagi berkumpul, tapi masing-masing asyik ngobrol dengan teman dunia mayanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun