Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Bikin Acara di Akhir Bulan

12 Februari 2016   16:39 Diperbarui: 12 Februari 2016   17:28 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Tolong ya kalau ngadain acara, jangan mendekati akhir bulan", pinta Rika pada beberapa adik sepupu perempuannya yang masing-masing sudah punya calon pasangan hidup dan tinggal menentukan hari baik bulan baik untuk acara pernikahan saja. "Lho, kalau akhir bulan emangnya ada apa", sanggah salah seorang dari adik sepupu Rika. "Biasa, dikejar target dan dikejar utang", balas Rika.

Rika adalah seorang karyawati bank di sebuah kota provinsi yang bertugas mencari nasabah baru sekaligus mempertahankan nasabah lama. Dia seorang pemasar yang baik. Tulisan dan foto-foto yang di-posting-nya di berbagai media sosial, termasuk up-date status-nya selalu berkaitan dengan produk atau jasa yang ditawarkannya.

Dengan kegigihannya, sekarang posisi Rika di kantor telah naik selangkah, menjadi supervisor, yang punya bawahan beberapa orang pemasar yunior. Tentu semakin gigih ia dan juga anak buahnya, semkin banyak omzet yang dicetaknya, dan semakin banyak pula bonus yang digaetnya.

Rika juga seorang yang visioner untuk kehidupan keluarganya. Dalam usia muda, anak masih usia balita, ia sudah punya rumah sendiri yang sangat representatif, bisa untuk menampung tamu yang lumayan. Mobil juga sudah punya.

Memang hal tersebut ditunjang pula oleh sang suami yang juga pegawai bank di bank yang berbeda. Posisi sang suami sedikit di atas Rika, tapi sama-sama tunggang langgang dikejar target setiap akhir bulan, sekaligus mungkin juga dikejar hutang. Soalnya, gaji mereka berdua harus dipotong untuk membangun rumah tersebut.

Sekarang ini semakin banyak saja perusahaan yang menerapkan pola penggajian yang bobot gaji yang bersifat variabel lebih besar ketimbang yang fixed. Jadi, seorang pemasar yang sukses bisa memperoleh pendapatan gede banget, sebaliknya yang malas atau yang lagi apes, hanya dapat uang sekitar angka UMR.

Di sisi lain, gaya hidup saat ini demikian banyak tuntutannya, yang "memaksa" seseorang harus punya ini, punya itu. Inilah yang akhirnya membuat keluarga muda tetap mempertahankan kondisi di mana suami dan istri masing-masing punya karir, dan anak-anak dibiarkan bersama pengasuh atau diserahkan ke tempat penitipan anak.

Itu juga yang membuat pola konsumsi meningkat drastis, antara lain karena kegigihan para pemasar seperti Rika. Selalu tidak bosan menemui, menelpon, mengirim pesan singkat ke target calon konsumennya. Kemudian masyarakat juga digempur oleh iklan di mana-mana, yang mau tak mau membuat mansarakat merasa membutuhkan barang atau jasa yang diiklankan.

Pemasar yang suksespun juga punya pola konsumsi sendiri. Dia butuh penampilan yang wah agar kredibilitas dan bonafiditasnya semakin meningkat. Akhirnya, berbelanja menjadi sejenis candu. Kenikmatannya ada pada berbelanja itu, lalu memamerkannya baik secara langsung, maupun melalui media sosial.

Tapi, begitu seorang pemasar gagal mencapai target, stress-nya menjadi berlipat. seolah dunia mau kiamat saja. Wajar, kalau tokoh kita di awal kisah di atas, merasa perlu mewanti-wanti pihak lain, tolong jangan adakan acara di akhir bulan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun