Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pers Kampus Terancam?

3 November 2015   10:44 Diperbarui: 3 November 2015   11:29 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Baru saja majalah mahasiswa UKSW Salatiga "Lentera" edisi Oktober ditarik dari peredaran. Sekarang di Kompas hari ini  diberitakan bahwa Unversitas Mataram, NTB membekukan aktivitas pers kampus "Media" beserta pengurusnya karena dinilai tidak memenuhi peraturan rektor, bahkan memusuhi kampus.

Pers kampus di negara kita, dalam sejarahnya pernah memainkan peranan amat penting. Tahun 1966, harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) berperan besar di awal Orde Baru. Namun Orde Baru juga yang menewaskannya, karena dibredel di tahun 1974 setelah peristiwa Malari (demonstarsi besar-besaran mahasiswa 15 Januari 1974 menentang Perdana Menteri Jepang yang berkunjung saat itu, yang berakhir rusuh).

Setelah itu koran Salemba yang diterbitkan aktivis mahasiswa UI juga terkenal sangat kritis pada saat demonstrasi mahasiswa di tahun 1978. Waktu itu kalangan mahasiswa menginginkan adanya pergantian kekuasaan, dan mencalonkan Gubernur Jakarta, Ali Sadikin sebagai penganti Pak Harto. Nasib Salemba pun berakhir dengan pembredelan.

Sekarang di zaman reformasi, seharusnya sudah tidak ada lagi pembredelan. Tapi sebagai mahasiswa, tentu mereka punya ketergantungan kepada pimpinan perguruan tinggi tempat mereka kuliah. Namun demikian, seyogyanya rektor bisa berdiskusi panjang lebar bila ada ketidaksesuaian dengan tulisan pers mahasiswa. Tidak memakai pendekatan kekuasaan dengan langsung main tutup saja.

Pers kampus adalah lahan subur tempat mahasiswa mengasah kemampuannya berpikir dan menangkap aspirasi, tidak saja aspirasi kampus, tapi juga aspirasi masyarakat secara umum. Banyak mantan aktivis pers kampus, yang akhirnya menjadi tokoh pers nasional. Amat disayangkan kalau di era sekarang, bibit unggul untuk masa depan pers Indonesia, sudah layu sebelum berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun