Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kalau Film Nasional Penontonnya Nol

30 Juli 2015   15:22 Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:43 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kompas hari ini menyelipkan sebuah berita terkait pemutaran film nasional di jaringan bioskop besar.  Awalnya berasal dari tuntutan Ketua Umum Persatuan Produser Film Indonesia, Firman Bintang, yang mengusulkan perlu peraturan pemerintah menyangkut tata edar film nasional. Namun segera ditanggapi oleh Direktur Jaringan Bioskop Cinema XXI, Tri Rudi Anitio, yang mengatakan bahwa penonton film tidak bisa didikte. Jika jumlah penonton film nasional tertentu hanya sedikit, bioskop terpaksa mengurangi jumlah pertunjukan atau jumlah layar untuk memberi kesempatan film lain diputar.

Tri Rudi mencontohkan, film Mencari Hilal, di hari pertama, ada lima show yang penontonnya nol. Hari kedua, juga ada yang nol. Lalu jumlah layar dikurangi. Namun karena film ini bagus dan mendidik, sampai hari ini masih diputar khusus di Plaza Senayan, Pondok Indah, dan Metropole, kata Tri Rudi. Saya sendiri sudah menduga bakal sepinya penonton Mencari Hilal seperti yang saya tulis di link berikut.

http://www.kompasiana.com/irwanrinaldi/hilal-masih-banyakkah-yang-peduli_55ace51ab27a6170080d4b57

Padahal di saat lebaran ada beberapa film nasional yang saya duga lebih komersial, dan terbukti sampai hari ini masih diputar di banyak layar, seperti film Comic 8 dan Surga yang Tak Dirindukan. Artinya, sebetulnya produser sudah bisa membaca selera penonton kita, mana yang bau komersialnya kuat. Namun, tentu ada beberapa produser idealis yang mencoba membuat film bermutu dan "berjudi" apakah bakal laku. Kalau pun kurang laku, film tersebut bisa dijajal untuk dilombakan di banyak festival film di luar negeri, atau diputar di depan komunitas khusus.

Memang, kalau di bioskop jaringan besar, di mana satu bioskop punya minimal 4 layar, relatif sulit bagi film nasional ketika penonton yang uangnya pas-pasan harus memilih 1 dari 4 film. Pilihan utama biasanya jatuh pada film buatan Hollywood. Makanya strategi kapan mau dilempar ke pasar juga menentukan. Bila tidak bertubrukan dengan film asing yang saat dibuat sudah ramai dibicarakan, atau dibintangi aktor ternama, atau kelanjutan dari film terdahulu yang sukses, maka ada peluang untuk meraih lebih banyak penonton. Tapi, sebetulnya pasar film nasional itu ada di kota-kota kabupaten dan kota-kota kecamatan. Kalau saja bioskop era lama hadir kembali di kota-kota kecil tersebut, dengan masing-masing bioskop hanya punya 1 layar (penonton tidak punya pilihan film lain, kecuali pilihan untuk tidak menonton), maka rasanya film nasional masih punya tempat di hati masyarakat.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun