Mas (kata ganti orang kedua, laki-laki) dan mbak (kata ganti orang kedua, perempuan), adalah panggilan yang umum di masyarakat Jawa. Sekarang, malah semakin lazim lagi, karena telah diterima secara nasional. Maksudnya kalau anda berbicara kepada seseorang, yang meskipun anda belum tahu apakah ia orang Jawa atau bukan, tidak ada salahnya anda pakai kata mas atau mbak. Bahkan, andaipun kita tahu bahwa si Euis itu orang Sunda, ia tetap tidak marah kalo dipanggil mbak Euis. Hanya saja kemungkinan si Euis akan lebih senang kalau dipanggil teteh.
Dalam rangka untuk menyenangkan orang itulah, kalau kita berbelanja di Tanah Abang, dengan asumsi mayoritas pedagangnya berasal dari Padang, kita memanggilnya uda atau uni. Siapa tahu, gara-gara itu harganya bisa lebih murah. Pedagang Tanah Abang saya kira akan hepi-hepi saja dipanggil uda (untuk laki-laki) atau uni (untuk perempuan), meskipun yang ngomong sama dia jauh lebih tua.
Ceritanya akan berbeda kalau anda lagi berada di sebuah desa di Sumatera Barat. Anda kebetulan lewat di desa tersebut, dan bermaksud hendak menanyakan alamat seseorang. Jika orang tersebut keliahatan masih remaja, sedangkan anda sendiri udah setengah baya, jangan panggil dia uda atau uni. Panggilah dia adiak (adik).
Itulah bedanya uda dan uni dengan mas dan mbak. Mas dan mbak lebih berupa penghargaan/ keakraban (tidak seformal bapak atau ibu) kepada lawan bicara, tanpa memandang usianya. Uda dan Uni lebih sebagai panggilan kepada yang lebih tua, tapi tidak terlalu tua. Kalau beda umur dengan kita cukup jauh, dan kita yang lebih muda, panggil dia pak atau buk. Tapi kalau kita yang jauh lebih tua, panggil dia nak (laki-laki dan perempuan sama saja). Jangan sampai karena ketidaktahuan, akibatnya kita dianggap kurang sopan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI