Sungguh sayang, saudara-saudara kita di negeri jiran Malaysia tidak bisa menikmati film Indonesia yang begitu spektakuler, The Raid 2: Berandal, yang saat ini jadi buah bibir pencinta film tidak saja di Indonesia, tapi juga di negara yang menjadi kiblat film, Amerika Serikat. Berita yang dilansir Metro TV pagi ini tidak secara jelas menyebutkan alasan pencekalan dari pihak yang berwenang di Malaysia.
Ada beberapa kemungkinan kenapa dicekal. Pertama, adegan full kekerasan dan full darah, bisa jadi dinilai tidak cocok dengan nilai sosial di Malaysia. Memang, adegan sadis, seperti ada orang yang menggorok leher sekelompok tawanan seperti menggorok ayam saja, terlihat mengerikan sekali. Untuk mengeksploitasi kekerasan, logika cerita seakan ditinggalkan (tiba-tiba ada salju di Jakarta, ada penjara yang halamannya penuh kubangan lumpur, dan sebagainya). Bahkan, tanpa banyak gembar-gembor sebetulnya film kerjasama Indonesia Jepang, The Killers, yang sebagaimana The Raid 2 juga mendapat kehormatan di Sundance Festival, terasa lebih bercerita. Namun, urusan action memang sejauh ini The Raid belum tertandingi. Kembali ke alasan pencekalan, kalau memang karena adegan kekerasan, Malaysia tidak konsisten karena mereka bersedia memutar film Hollywood sejenis itu. Harusnya, film The Raid tetap ditayangkan tapi dengan pembatasan yang ketat agar tidak ditonton anak-anak. Di Jakarta pun ada kemajuan, bagi pembeli tiket The Raid yang masih bertampang anak-anak, diminta mengunjukkan KTP agar boleh menonton. Harusnya hal seperti ini diterapkan secara konsisten untuk semua film kategori dewasa.
Alasan kedua, bisa jadi terkait rivalitas dua negara bertetangga, sahabat dekat sekaligus musuh bebuyutan. Malaysia harus diakui unggul dibidang pariwisata, dalam setahun mereka dikunjungi 20 jutaan turis asing, Indonesia baru 8 jutaan. Mereka punya Genting Highland, di kita judi dilarang. Mereka punya Menara Petronas, kita baru punya gambar Menara Pertamina. Malaysia juga unggul di bidang kesehatan. Jutaan pasien Indonesia berobat kesana, yang ironisnya banyak dokter Malaysia adalah alumni dari beberapa Fakultas Kedokteran di negara kita. Mereka juga unggul di bidang pendidikan, meski dulu impor guru dan dosen kita. Sekarang Malaysia jadi buruan mahasiswa asal Indonesia yang ingin merasakan kuliah di luar negeri tanpa mengalami culture shock. Tapi, nah ini dia, Malaysia masih di bawah kita kalau ngomong soal seni, seni apapun itu. Padahal kedua negara sama-sama mengusung impian untuk go international. Musik, Film, Lukisan, Teater, Sastra, atau sebut cabang seni apa lagi, kita masih unggul. Padahal, seni kita tidak dibina secara baik oleh pemerintah, di mereka difasilitasi dan dimanjakan. Kreatifitaslah yang menjadikan kita unggul, meski dengan dana terbatas. Film The Raid adalah bukti tak terbantahkan berhasilnya film kita menembus go international (eh, tapi jangan bilang-bilang kalo itu disutradarai bule).
Malaysia mencekal? Rapopo. Maafkan saja. Iklim demokrasi mereka belum semaju kita, sehingga Badan Sensor mereka punya kuasa mutlak. Jadikan itu peluang. Para pelaku agen perjalanan, buatlah paket wisata ke Batam, Bandung atau Jakarta, dengan memasang iklan di harian terkemuka Malaysia atau di tv 3, stasiun tv terkemuka di sana. Pasti akan diserbu pencinta film negeri tetangga. Dulu, film Ayat-Ayat Cinta diputar lama di Batam karena orang Malaysia ingin menonton lebih awal sebelum diputar di negaranya. Kenapa tidak untuk The Raid 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H