Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan "Bajak" Lagu Kebangsaan Bos

26 Mei 2014   22:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini masih menyangkut budaya bernyanyi di berbagai instansi atau perusahaan. Sebelumnya saya sudah menulis "Jangan Ngaku Orang Batak Kalo Gak Bisa Nyanyi". Kali ini tentang Pak Pur, bos saya beberapa tahun silam.

Pada dasarnya Pak Pur, mohon maaf, bersuara menyiksa orang lain. Jadi kalau beliau menyumbangkan sebuah lagu, maka sebuah lagu itu benar-benar dibuat sumbang oleh beliau. Namun, teori posisi menyatakan, bos anda adalah orang paling hebat, di bidang apapun. Jadi tepuk tangan selalu membahana sehabis bos nyanyi. Teman-teman seperti tidak pernah bosan, karena satu-satunya lagu yang bisa dibawakan Pak Pur adalah "Widuri", sehingga teman-teman mengatakan bahwa itu lagu "kebangsaan" Pak Pur.

Alkisah, karena ada berbagai mutasi, ada kepala cabang baru yang masuk ke tempat Pak Pur yang menjabat kepala wilayah. Pas acara pisah sambut, biasa, ada organ tunggal plus satu cewek seksi sebagai penyanyi. Dalam kenyataan, yang banyak bernyanyi ya teman-teman sendiri. Si cewek di bayar untuk membolak-balik buku nyanyi saja. Oh ya, karena penampilannya yang seronok, fungsi penyanyi juga sebagai objek cuci mata bapak-bapak, meski dipelototi istri masing-masing. Nah, baru saja si cewek memancing siapa yang mau volunteer menyanyi, tanpa basa basi kepala cabang baru langsung unjuk gigi. Alamaak, lagunya itu, kok ya Widuri? Itu kan lagu kebagsaan si bos.

Beberapa teman kepala cabang lain jadi gak enak, suasana langsung berubah karena melihat muka si bos merah padam. Bos merasa dibajak, tersaingi, dan yang paling parah tak punya stok lagu lain untuk dibawakan. Apalagi kepala cabang baru bisa menyanyikan dengan lebih pas, seolah-olah mengajarkan bagaimana cara menyanyi yang betul. Acara makin berantakan, setelah bos menggamit istrinya untuk mengajak pulang duluan, dan memberi instruksi agar acara penyerahan cendera mata bagi kepala cabang yang pindah, dipimpin oleh wakil kepala wilayah saja.

Konon sejak itu, hubungan si bos dengan kepala cabang baru terasa dingin. Pesan moral tulisan ini: Kenali lagu bos anda baik-baik, dan jangan berani-berani memainkannya di hadapan bos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun