Membaca fenomena DI (baca :DAHLAN ISKAN) mungkin tidak seheboh Jokowi yang mengawali langkah serius dalam publikasi lewat mobil SMK nya hingga menuju DKI 1. Membaca fenomena DI juga mungkin tidak seheboh Ruhut Sitompul Si Poltak Raja Minyak yang belakangan ini santer dengan berita penolakan kolega-koleganya di komisi III DPR RI.
Membaca DI, berarti melihat dari sisi dan lokasi yang berbeda. Tidak di kantor-kantor, instansi-instansi bergengsi, tetapi di pelosok-pelosok wilayah dan bidang kerja Negara Indonesia yang selama ini “disengaja” untuk “tidak disehatkan”. Berangkat dari dirut PLN untuk kemudian menjadi menteri Negara BUMN bagi saya sudah merupakan langkah dan prestasi melebihi orang-orang yang saya sebutkan sebelumnya.
Alasan pertama saya sederhana, pemilik media-media informasi yang menjamur di negeri ini, Low Profile. Tidak banyak sepak terjang keseharian beliau yang terpublikasi, tidak seperti sosok sebelah yang sekedar cara berpakaianpun selalu terpublikasi dengan baik.
Membaca DI, bagi saya juga merupakan cerminan untuk menata diri. Budaya kerja, kerja, dan kerja yang dihidupkan menjadi Salah satu alasan terbesar agar Negara ini secepatnya keluar dari kompeksitas persoalannya. Ide-ide cemerlang yang ia ditawarkan selalu saja mampu memberikan tambahan semangat bahwa bangsa ini, layak dan pantas untuk keluar dari segala persoalan menuju kesejahteraan dan kemakmurannya
Budaya kerja, kerja, dan kerja. Berkaca pada DI harus terus dihidupkan dan menjadi gerakan bersama. Keberhasilan-keberhasilan yang telah ditorehkan di salah satu sisi negeri ini telah menunjukkan bahwa budaya kerja, kerja, dan kerja telah mampu diterapkan dan menjadi budaya serta kebiasaan di dalam system yang telah dipimpinnya.
Berharap bahwa para pemimpin negeri ini memiliki karakter seperti DI, pada dokter spesialis yang mampu menawarkan solusi dengan berbuat untuk negeri ini. Bukan hanya pemimpin yang pandai membangun citra dengan keberhasilan dan prestasi “nihil”. Tetapi sebaliknya, menjadi pemimpin yang “nihil” dengan kegagalan.
Selamat pada DI atas terpilihnya menjadi salah satu kontestan pada konvensi salah satu partai di negeri ini. Semoga dengan segala pikiran, karya, dan ide-ide cemerlang beliau akan menjadi penilaian objektif bahwa Negara ini tidak memilih pemimpin atas dasar kesamaan warna darah dan keturunan, partai dan lain sebagainya. Tetapi pada kesamaan visi dan misi membangun negeri yang dilandasi atas dasar cinta dan harapan pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Sudah waktunya negeri ini tidak hanya membutuhkan pemimpin-pemimpin muda, populer di media, tetapi pemimpin yang mampu memberikan keteladan sikap, tutur kata dan perbuatan yang bermuara pada kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini.
Salam
Darul ikhwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H