Mohon tunggu...
Prastiya Firds
Prastiya Firds Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berlatar belakang kehidupan masa lalu menjadi alasannya untuk terus belajar menulis. silakan kunjungi blog saya di:\r\nhttp://prastiyafirds.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengukir Kisah Roman Eps #1 Bunga Hujan

14 Februari 2015   03:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:13 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423832444535267248

[caption id="attachment_368706" align="aligncenter" width="595" caption="Sumber foto: livemans.com"][/caption]

Eps #1 Bunga Hujan

Namaku Iphan, panggilan akrabku. Ini adalah kisah pilu perjuangan ku dalam mengungkapkan cinta yang hingga kini aku tak pernah bisa menyelami hati mereka, seakan para wanita memiliki satu juta cerita dihatinya.

 

Ini cerita dimasa lalu yang sulit dilupakan. Semoga tulisan ini mampu membuatku melupakannya

Hari itu aku telah bertelepon dengannya. Aku mendengar kabar kalo dia sedang sakit, padahal aku berniat untuk berkunjung menyambanginya karena kami telah berteman cukup lama.

Aku merasa hari itu adalah moment yang tepat diriku untuk menyampaikan perhatianku padanya.

Akupun membelanjakan sisa uangku yang tinggal ini di dompetku, karena aku bukan dari keluarga mampu hanya ini yang tersisa dari ku bulan ini.

Akupun nekad membelanjakannya dengan beberapa pucuk mawar dan obat batuk untuknya.

Akupun berjalan kaki. Karena aku tidak memiliki kendaraan apapun, akupun memutuskan berjalan kaki sepanjang 7 kilometer ketempat kosnya. Hal itu karena tak ada uang lagi yang tersisa. Perjalanan itu memang melelahkan namun ini demi kejutan buatnya.

Satu tujuanku agar membuatnya tahu besarnya perhatianku padanya. Semoga hal ini mampu membuatnya terkesan.

Aku tidak jelek, Aku lumayan putih dan rupawan, namun hal itu rupanya belum membuatku cukup beruntung soal percintaan.

Kembali ke perjalanku, sesampainya aku didepan rumah kosnya aku memencet bel yang menempel di pagar kos.

"Rin..Rini.." panggilku sambil berkali kali aku memencet bell itu.

Setelah beberapa kali... Sosok perempuan berambut pendek yang keluar membuka pintu..,

"Mbak ada Rini..?" tanyaku dengan santun

"Ooo Rini.. mas siapa?" sautnya

"Saya Iphan temennya" jawabku dengan senyum malu.

"Oke..sebentar ya mas"

Dari situ diapun beranjak menuju tangga gelap itu.

Sambil menungu akupun tau kamar Rini ada diatas sana, sambil kepalaku terus memandangi balkon dan tengadah.

Semoga hari ini hari peruntunganku, bathinku dalam hati.

Cukup lama aku menunggu...

Akupun belum dipersilakan duduk dan masih diluar pagar, tentu saja kakiku kepegelan berdiri disini setelah berjalan cukup jauh. Keringatpun mulai membasahi dada kemejaku, aku telah berulang kali mengusap keringat peluh diwajah ini.

Akupun sudah tidak memperdulikan penampilan maupun rasa maluku..yang terpikir hanyalah bagaimana membuatnya terkesan dengan perhatianku bukan dengan pakaian ataupun kendaraan mewah. Karena hanya ini modal yang aku punya. Sebuah ketulusan hati dan kasih sayang dalam balutan pengorbanan yang ikhlas.

Wanita tadipun terlihat kembali menuruni tangga dan bergegas dia menyampaikan yang aku harapkan tentu saja sebuah kabar tuan rumah yang akan menyambut sang tamu.

Sambil aku melongok dipagar dia berkata.

"Maaf mas Rini nya nggak mau ditemui, badannya nggak enak" ungkapnya sambil tergesa gesa

" Iya saya tau mbak. Ini saya mau jenguk dan bawain obat"

"oohh gitu ya mas. Sebentah deh kalo gitu"

Sambil aku melihatnya kembali menaiki tangga itu lagi

beberapa menit kemudian dia turun dan menyampaikan pesan kembali

"Anaknya nggak mau mas. Pusing banget katanya!, soal obat dia udah ada. Udah ya saya balik keatas dulu, banyak tugas ni"

Mendengar hal itu sontak hatiku seperti lumpuh tak bisa berkata, keringat ini belum berhenti menetes dan kedua tanganku yang sedang memegang ujung pagar mendadak lemas dan akupun menghela nafas sambil menatap kosong keudara.

Tiba-tiba tetes air hujan perlahan menetesi wajahku....dan semakin lama hujanpun semakin deras..

Aku pun membatin, benar-benar sial hariku ini, sudah jauh-jauh setidaknya terima obatnya meskipun tak kamu minum Rin...!"

Dalam derasnya hujan itu akupun mengambil mawar dan kresek kecil berisi obat yang aku selipkan dibalik pagar itu..

Akupun berusaha lebih keras agar Rini berempati padaku.

Dengan basah kuyup aku berdiri didepan balkon dan berharap dia mendengarku.

"RIN....AKU CUMA MAU JENGUK KAMU, PALING TIDAK TERIMALAH OBAT INI"

Namun sepertinya teriakanku tadi tak ada gunanya, tak satupun orang yang bergemin

"AKU AKAN TERUS BERDIRI DISINI SAMPAI KAMU MAU MENERIMA OBAT INI"

Aku pun berdiri...dengan tangan kananku yang menggenggam erat beberapa bunga mawar merah yang mulai melayu seperti perasaanku ini dan tangan kiriku yang menggenggam obat dalam kresek putih itu.

Satu jam lebih berlalu tak ada apapun yang terjadi, hatikupun semakin gusar, irama jantungku pun semakin tak teratur. Tangan kananku yang tak terasa telah meneteskan darah dan mengalir bersama derasnya aliran hujan.

Tubuhku semakin kedinginan dan badanku pun mulai pucat...sambil menggigil akupun terus menggumam. Rin.Rin..lebih baik aku yang sakit daripada kamu nggak sembuh gara-gar nggak mau minum obat ini.

Tak lama setelah itu terlihat wanita keluar menuju balkon sambil berteriak .

"Mas tolong ya..jangan aneh-aneh atau saya pangilkan satpam komplek sini" ujarnya sambil mengerutkan dahinya dengan telunjuk yang menujuk pos satpam komplek.

Mendengar kalimat itupun sepertinya aku nggak ada pilihan selain mengurungkan niatku ini..dan pergi dari tempat itu.

Namun hatiku berserakan ini masih tak ingin pulang, akhirnya aku memutuskan untuk duduk diluar komplek agar aku masih bisa melihat balkon tempat kos Rini dari jauh...sambil aku meratapi apa yang salah dariku. , setidaknya aku bisa menjaganya dari sini.

Semua telah aku korbankan hanya untuk ungkapan sebuah perhatian namun hal itu tak cukup membuat wanita idamanku ini mampu kutaklukan, tapi aku hanya perlu bersabar dan bersabar menanti.

Setelah hampir setengah jam berlalu, aku melihat mobil sedan merah mampir ke kosan itu dan akupun melihat sosok lelaki berambut gondrong datang dan rupanya Rani keluar dengan pakain rapi dan pergi dengannya.

Melihat kejadian itupun seperti tak kuasa menahan amarah..terus terang sulitt untuk menuliskan perasaan waktu itu..

Tanganku yang masih terluka merobek-bunga mawar yang telah layu itu.., darah semakin kemana-mana tapi sepertinya tangan ini sudah mati rasa oleh bius mata tadi.

obat itupun menjadi pelampiasan kuinjak-injak hingga tak berbentuk dan ku tendang-tendang kedalam tanah sedalam- dalamnya sampai tak terlihat lagi wujudnya.

Akupun pulang dengan teriakan- teriakan aneh sepanjang jalan..melepas semua kekesalan

Entah aku ini yang bodoh atau terlalu naif dengan kejadian tadi, yang jelas perasaanya nggak enak dan tidak bisa diungkapkan.

****

Itulah kelamnya ceritaku yang sempat menghampiri kisahku yang memang agak miris.

Aku hanya ingin menggukir kisah cinta yang tak terlupakan namun seringkali berubah seperti ini dan hanya pilu yang kurasakan.

Hingga hari ini diapun tak pernah tau apa yg telah aku lakukan waktu itu, kenangan perih ini biarlah hanya jadi sebuah cerita dan dongeng tak berujung yang dapat bermanfaat bagi sang pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun