Mohon tunggu...
Prastiya Firds
Prastiya Firds Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berlatar belakang kehidupan masa lalu menjadi alasannya untuk terus belajar menulis. silakan kunjungi blog saya di:\r\nhttp://prastiyafirds.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

30% Bisnis 70% Cinta bag 6

21 Februari 2015   17:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:46 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bag 6

“Jawab…?” tanya Pak Arman lantang.

“jangan sampai… gara-gara cerita tentang Rasmi semua nya jadi berantakan” batinku

Karena panik sontak akupun langsung mengambil sertifikat yang ada di amplop coklat itu dan meninggalkan uang tiga gepok itu di meja.

Akupun berlari dan melompat dari teras rumah pak Arman sambil aku berteriak “Terimakasih Pak Arman..maaf soal Rasmi SAYA MEMANG CINTA DIA…!”

Aku tahu Pak Arman jelas tidak mempermasalahkan tentang uang dan perjanjian gadai itu, tapi sepertinya kalimatku terakhir lebih membuat Pak Arman geram.

Mendengar itupun Pak Arman langsung berteriak…”HOI..AL.. BERANI KAMU… ??, AWAS KAMU YA..?”

Tapi rupanya Pak Arman tak mengejarku dan hanya menunggu…di teras rumahnya .

Akupun terus berlari masuk menyusuri gang perkampunganku, berlari sambil tertawa.. cekikikan…

“berani dan kurang ajar betul diriku ini..! , Aku masih cukup beruntung karena Pak Arman hanya menggunakan singlet bolong-bolong dan sarung kucel itu, kalau tidak mungkin aku sudah seperti adonan kue yang mau di bentuk sesuka dia” ucapku bersyukur.

Ahh… yang penting aku sudah bisa kasih sertifikat ini ke Bapak dan semuanya beres sampai disini.., sambil aku bernafas lega.

Akupun menuju kearah pulang, dan sesampainya dirumah…

Akupun memberikan Sertifikat itu ke Bapak,

“Pak…ini Sertifikatnya” ucapku sambil menyodorkan sertifikat itu ke Bapak”

Mata si Bapak terkaget sambil berucap “ Alhamdulilah….kita masih bisa nempatin tempat bersejarah Ibu dan Bapakmu ini”

Mendengar Bapak yang menyebut nama Ibu, seketika itu akupun berpaling dari Bapak dan menjauhinya

“Le..lho le.. mau kemana..? Bapak belum selesai ngomong kok..kamu kabur aja..!” protes si Bapak.

Akupun tak mengubris apa kata Bapak…, segera itupun aku  masuk ke kamar mandi.

Belum juga aku melepas baju dan celanaku, akupun sudah membasahi seluruh tubuhku dengan air..

Sambil aku mengguyurkan air dari gayung diatas  kepalaku, akupun menghela nafas karena perasaan lega yang bercampur dengan ingatanku pada sosok ibu yang kuingat selalu pesan terakhirnya

“Nak Ibu ingin melihat anak Ibu menikah dengan orang yang tepat, yang bisa jagain kamu.., dan membuat kamu semangat bekerja dan jangan lupa bantu adek-adekmu dikala kamu sudah berhasil..!”

Mengingat pesan itupun, aku bagai bukan laki-laki yang meneteskan air mata dan menangis tergegek dalam pojok kamar mandi. Aku tak ingin menangis terlalu keras karena takut malu terdengar oleh adek-adekku dan si Bapak.

Hari ini keadaaan dan kondisiku  jauh dari harapan sang Ibu, hal itu yang sering menghantui pikiranku, aku yang menjadi satu-satunya harapan keluarga tak bisa membantu kesulitan ekonomi keluargaku sendiri, justru nyaris  rumah orang tuaku akan menjadi milik orang lain karena ulah cerobohku, ditambah lagi Rian telah menutup pintu Bisnisnya dariku.

Apalagi soal Rasmi, tak Mungkin Pak Arman bisa memaafkanku dengan kenekatan dan ulah usilku hari ini.

***

Keesokan harinya..

“HAI PEMALAS…BANGUN..UDAH SIANG.!” suara bapak lantang sambil menggedor pintu kamarku.

“IYA…IYA..BENTAR” jawabku sambil muletin badan ini.

“Bapak mau antar sepatu ke rumah Pak Joko, kamu jangan sampai terlihat adek-adekmu masih tidur kalo mereka sudah pulang sekolah..!” perintah si Bapak dengan nada kesal.

Aku terbangun di panasnya matahari yang menembus jendela kamarku dengan suara berisik.

Saat kusibak horden dan  kubuka jendela, bukan pemandangan indah yang kudapatkan, dua meter disamping rumahku sudah kulihat hiruk pikuk dan lalu lalang pasar dipagi hari,

“yang benar saja ini jam 10.30 masih ramai betul..!, biasanya jam 10.00 semuanya udah pada beres-beres” keluhku.

“Sebenarnya rumahku cukup strategis karena berada di hook jalan menuju pasar, pantas saja Pak Arman langsung setuju dengan perjanjian gadai itu…

Sudahlah…ini sudah siang, daripada aku lontang lantung begini nanti dibilang pengangguran lagi sama si Bapak, nggak enak dilihat tetangga, inilah.., itulah…” ucapku sambil ngedumel.

Tepat jam 11.00 Akupun beranjak menuju tempat tongkrongan teman-teman yang berada di dekat kampung sebelah, disana biasanya ngobrol-ngobol ngalor ngidul dari politik sampai tayangan gosip yang wara-wiri di televisi sambil main catur.

Sesampainya disana akupun tak melihat satupun orang duduk di saung itu. Akupun memutuskan untuk kembali pulang..

Namun pada saat di jalan, akupun tak sadar sedang melewati rumah si Rasmi, Karena barang kali bisa ketemu temen-temen jika lewat jalan lain,  hingga aku bertemu Pak Arman yang ada didepan rumahnya sedang asik ngopi,

Melihatnya pun aku berjalan mundur perlahan, berharap Pak Arman tidak menyadari keberadaanku…

Namun nampaknya garak gerikku justru mengundang perhatian Pak Arman, hingga diapun menoleh dan memergokiku.

“Hai Al..jangan Lari” Saut Pak Arman

Memaknai kalimat itu sontak aku berlari..

“ HAI..JANGAN LARI AL..” Sambil Pak Arman turun dari teras rumahnya dan berlari mengejarku….

“ Aku pun berlari hingga aku berakhir dibalik gerobak nasi goreng ini”

****

Saat aku asik melamun tiba-tiba serasa ada yang menepuk pundakku dari belakang sambil terdengar suara memanggil.

“Mas..Mas…”

Akupun tersadar dari lamunan, dan terkaget saat aku menoleh..terlihat..

Wanita berparas ayu yang seakan membawaku ke film-film india, matanya yang tersenyum manis padaku, rambutnya yang hitam tergerai indah dan wangi tertiup oleh derasnya angin yang menyusuri gang sempit ini.

“Mas ngapain disini…,mau maling ya? tegurnya sambil..sewot..rupanya senyum tadi hanya akting..

“Bukan Mbak, cumin numpang ngadem aja kok mbak..”

“Mau curi gerobak saya ya…?”

***bersambung***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun