Mohon tunggu...
Prastiya Firds
Prastiya Firds Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berlatar belakang kehidupan masa lalu menjadi alasannya untuk terus belajar menulis. silakan kunjungi blog saya di:\r\nhttp://prastiyafirds.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

30% Bisnis 70% Cinta bag 7

3 Maret 2015   00:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:15 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebelumnya

Matanya yang tersenyum manis padaku, rambutnya yang hitam tergerai indah dan wangi tertiup oleh derasnya angin yang menyusuri gang sempit ini.

“Mas ngapain disini…,mau maling ya? tegurnya sambil..sewot..rupanya senyum tadi hanya akting..

“Bukan Mbak, cuman numpang ngadem aja kok mbak..”

“Mau curi gerobak saya ya…?”

“Aduh.. Mbak.. sembarangan kalo ngomong, lagian kalo nanya nggak pake ketus begitu nggak bisa apa..?”

“Lagian tingkah laku Mas juga mencurigakan, ngapain ngeringkuk di belakang gerobak saya..?” Hardiknya dia semakin lantang

“Iya sory-sory.., iya nih lagi ngumpet dari Pak Arman, lagi kejar-kejar saya mbak..”

“Pak Arman.. ada masalah apa Mas sama Pak Arman..?” Tanya dia penasaran dengan nada yang semakin melunak.

Entah apa terjadi ketika dia mendengar kata Pak Arman seketika itu mimik dia juga tampak berubah.

“Iya Mbak, ada salah paham soal transaksi tanah orang tua saya sama Pak Arman” Jawabku gengsi karena malu mengakui keadaan sebenarnya.

“Ohh gitu.., saya juga punya masalah nih Mas sama Pak Arman, jadi penasaran Mas sama ceritanya..masuk deh…sambil cerita didalam aja, dari pada diluar entar mas ketauan” terang perempuan berkulit putih itu sambil bersemangat mengajak masuk ke kontrakan petakan itu”

Sebenarnya agak kaget dengan sambutan dan ajakan itu, tapi rupanya perubahan sikap itu karena kita berdua punya masalah yang sama atau tepatnya punya musuh yang sama.

Tanpa ragu akupun mengiyakan ajakannya. Aku dipersilakan duduk dan kita mulai bercerita.

“Dari tadi di dalam saya sebenarnya udah perhatikan mas…eh siapa namanya maaf”

“Saya Aldo” jawabku tersipu gede rasa

“ Iya.kalo saya namanya Yeni Mas “ ungkapnya sambil tersenyum renyah.

Kami berduapun berjabat tangan hangat, seperti kami berdua sudah berkenalan cukup lama. Ini agak aneh memang jantungku sedikit berdebar saat berjabat tangan, ini mungkin efek dikejar Pak Arman tadi yang masih tersisa. Aku menghela nafas sambil coba menenangkan perasaanku.

Diatas karpet dan ruang tamu yang.. mungkin luasnya sekitar 2.5 x2.5 meter itu kita duduk lesehan dengan suasana yang cukup sepi, sepertinya hanya ada dia dirumah ini. Suara yang terdengar hanya suara berisik televise tetangga karena di dalam rumah ini tidak ada satupun perabot. Jangankan meja kursi atau televisi, sekedar vas bunga kecil saja tak ada.

Hanya ada satu pajangan disalah satu dinding ruang tamu itu berupa tulisan motifasi yang dilaminating dan ditempel di dindingnya bertulis “Jangan Pernah Menyerah, Kita Akan Benar-Benar Merasa Hal Itu Berharga Jika Kita Akan Kehilanganya”

Membaca kalimat itu sontak membuatku teringat akan Rasmi, hari ini aku merasakan mimpiku pada Rasmi sudah usai, tapi anehnya aku tidak merasa kehilangan, akupun berpikir jika pepatah itu yang tidak relevan dengan kehidupan nyata.

Tatapan matanya pun layaknya seorang sahabat yang telah rindu karena lama tak berjumpa dengan sahabatnya. Akupun berpikir hal ini wajar karena meskipun perjumpaan yang pertama namun kita seperti senasib dan sepenanggungan.

Mungkin juga sepertinya kita berdua juga tidak ada pilihan media curhat yang lain karena tidak tahu kemana harus mengadu, jadi orang asing yang baru kita kenal pun bisa jadi pelampiasan kegalauan hati kita.

“Saya sebenarnya udah perhatikan gerak-gerik Mas Aldo yang aneh, pake bengong dan ngelamun segala, saya kira malah orang gila mas…., maaf ya Mas jangan tersinggung” terangnya sambil menyuguhkan air mineral karena mungkin sudah tau kalo tenggorokanku ini sudah seperti tungku panas kalo disiram air langsung ngebul.

Nggak jadi GR karena dibilang gila

“Iya Mbak Yeni maaf jadi mengganggu, Mbak sendiri bagaimana ceritanya, ada masalah dengan Pak Arman”

“Halah..nggak usah panggil Mbak, Yeni aja …. cewek itu nggak suka dipanggil mbak keliatan sudah tua” Candanya

“Oke Sory..Trus gimana kisah Yeni soal Pak Arman?”

“Iya saya ini coba bertahan hidup di Jakarta Mas Aldo, dua tahun yang lalu dengan bermodal seadanya saya coba mengadu nasib di Jakarta. Saya khan cuman lulusan SMA, dapat kerja kesana kemari, jadi sales motor lah, jadi kasir dan lain-lain nggak pernah bertahan lama Mas, paling dua sampai maksimal empat bulan lah saya keluar karena nggak betah disuruh-suruh. Singkat cerita Mas.. saya akhirnya memutuskan untuk buka usaha.

Karena nggak punya modal cukup saya dikasih tahu tetangga kontrakan kalo ada yang bisa bantu modal di kampung sebelah, disitulah saya mulai mengajukan pinjaman buat modal usaha, kebetulan kalo pinjaman dibawah sepuluh juta bisa nggak pake jaminan dan itu bisa pinjamnya hanya di Pak Arman.

“Trus masalahnya dimana..? khan bagus dapat pinjaman tanpa jaminan” potongku nggak sabar denger cerita lanjutannya

“Sabar kenapa Mas.., ini juga mau dilanjutin” jelasnya sambil beraut muka kesal kepadaku.

“Oke..oke…teruskan..” jawabku dengan cool

“Jadi karena nggak menggunakan jaminan pinjamannya itu bersifat setoran Mas, dan jangka waktunya pendek hanya 6 bulan gitu”

Saya Pikir Nasi goreng adalah makanan yang paling popular dikampung ini mas, untuk perputaran uang yang cepat saya memutuskan untuk memilih nasi goreng.

Plus bunga dan cicilannya saya harus setor paling tidak satu juta enam ratus ribu per bulan agar cicilan saya tidak melebihi batas waktu yang disyaratkan Pak Arman.

Tiga bulan pertama udah lumayan Mas bisa tercapai target saya, tapi rupanya sejak ekonomi makin sulit belakangan ini orang jadi jarang jajan Mas, walhasil dua bulan terakhir setoran saya hanya setengahnya.

Saya kan nggak cuman mikirin setoran cicilan Mas.. tapi harus bayar kontrakan, listrik, bahan bakunya, makan sehari-hari, masa saya harus makan nasi goring saya sendiri tiap hari.., seret Mas?” Keluhnya sambil matanya berkaca dan sedikit meneteskan air mata yang langsung diusapnya.

Karena tidak sesuai perjanjian Pak Arman sudah kasih saya ultimatum mas buat menyita gerobak nasi goreng saya ini kalo cicilan terakhir saya bulan ini belum bisa lunasin.

Makanya saya tadi agak panik melihat Mas di deket gerobak saya, saya kira mas Aldo orang utusannya Pak Arman yang mau Ambil gerobak saya..”

Mendengarkan cerita panjang Yeni, akupun jadi merasa tak tega..

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun