Judul Buku  : Tube
Pengarang   : Sohn Won-pyung
Penerbit     : Grasindo
Cetakan     : I, 2024
Tebal        : vii + 213 hal.
Wow! Awal membaca novel Tube saya sungguh terkesan dengan alur cerita yang disajikan oleh pengarangnya, Sohn Won-pyung. Dia memanjakan para pembacanya tanpa perlu berlama-lama menangkap inti masalah dari novel tersebut. Sohn Won-pyung juga nampak begitu lihai dalam membuat metafora kehidupan yang dialami oleh Kim Seong-gon Andrea. Kehidupan Seong-gon diibaratkan seperti sebuah kain yang gagal diperindah oleh penjahitnya. Hidup Seong-gon bagaikan kain rusak dengan pola yang buruk, lipatan yang berantakan, serta jahitan yang carut marut. Itulah sebabnya kain tersebut lebih pantas untuk dimusnahkan, sama seperti Seong-gon yang ingin membuang nyawanya sendiri karena merasa dirinya tak berharga lagi.
Berbagai kegagalan yang dialami Seong-gon dalam bisnisnya sangat membuat dirinya frustasi. Tabungannya habis, saham yang ia miliki selalu berkurang, serta hutangnya menumpuk, namun sayangnya pengarang tidak menceritakan secara detail tentang lika-liku perjalanan bisnisnya satu persatu. Tentu saja dengan menambahkan konflik berupa laga action pada novel tersebut, seperti dikejar-kejar oleh debt collector, lolos setelah berkali-kali diburu dengan cara yang mustahil, termasuk juga menyamar menjadi tunawisma, sambil menyambi menjadi kurir bisa memacu adrenalin para pembacanya untuk lebih ekspresif dalam menikmati karya luar biasa ini.
Sial! Ekspektasi saya ternyata berlebihan. Awalnya saya mengira Sohn Won-pyung akan mengesktrasi penyelesaian masalah dengan strategi bisnis kelas atas atau melalui riset ilmiah yang mendalam. Namun saya tak habis pikir dengan Sohn Won-pyung, dia justru menyajikan dengan caranya sendiri. Apa hubungannya bisnis dengan memperbaiki postur tubuh, apa pentingnya belajar tersenyum dan memuji, apa gunanya mengerjakan hal-hal sepele sedangkan Seong-gon memiliki mimpi besar dalam bisnisnya. Hmm, baiklah! Kali ini saya perlu mengalah sejenak untuk menyelidiki maksud Sohn Won-pyung sesungguhnya.
Setelah membaca novel ini dengan seksama, barulah saya mengerti bahwa Sohn Won-pyung ingin menyampaikan pesan bahwa sebesar apapun pencapaian yang ingin kita capai, takkan berarti apa-apa ketika kita tidak bisa menjadi pribadi yang sensitif terhadap perasaan orang lain, tidak bisa berempati terhadap kesusahan termasuk juga kebahagiaannya, bahkan terhadap diri sendiri. Ini soal ekspresi, di mana Seong-gon tidak mampu memberikan penghargaan, bahkan kepada dirinya sendiri akibat obsesinya yang selalu mengejar kejayaan bisnisnya.
Jiwa Seong-gon yang introvert menemui jalannya saat ia kembali bertemu dengan Jin-seok mantan karyawannya di restoran pizza miliknya dulu. Jin-seoklah yang selalu rajin mempublikasikan tentang kisah hidup dan perubahan-perubahan kecil yang dilakukan oleh mantan bosnya itu melalui akun Youtubenya. Kanal Youtube miliknya mampu membuka mata para jiwa-jiwa yang terpuruk untuk bangkit meski dimulai dari perubahan kecil dalam hidupnya. Akun Jin-seok menjadi terkenal dan menjadi tempat mencurahkan serta berbagi tentang perubahan-perubahan yang telah mereka capai.