Oleh : Irwan H. Daulay/Dosen FT UNIMED
Sebagaimana pernyataannya di beberapa media massa terbitan Kota Medan baru-baru ini semestinya Gubsu H. Syamsul Arifin belum saatnya melempar wacana untuk membicarakan berapa anggaran yang dibutuhkan dan kapan jadwal pelaksanaan pemungutan suara ulang pilkada madina pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Iindonesi (MK) No. 41/PHPU.D-VIII/2010 yang telah membatalkan sk penetapan KPU No. 21a/Kpts/KPU-Kab-002.434826/2010 tanggal 13 Juni 2010 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dalam pilkada madina tahun 2010.
Yang kita butuhkan adalah investigasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan Pilkada Madina yang tercederai oleh praktik politik uang yang dilakukan oleh pasangan Hidayat/Dahlan secara massif, terstruktur dan sistematis. Mesti diusut pihak mana saja yang paling bertanggungjawab terhadap kegagalan pilkada madina kali ini, apakah pihak KPU, Panwaslu, gakkumdu, partai pengusungatau Pemkab Madina yang tidak maksimal melaksanakan tugasnya atau kemungkinan sengaja membiarkan terjadinya kasus yang pertama kalinya terjadi di Indonesiai ini yang terbukti dan diputuskan di MK tersebut.
Investigasi menyeluruh tersebut dapat dilakukan oleh suatu lembaga independen yang dapat dibentuk Mendagri atau Gubernur Sumut yang melibatkan KPU, Bawaslu, DPRRI Komisi II, Kepolisian dan unsure terkait lainnya yang betugas memeriksa pelanggaran kode etik, pidana maupun perdata terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab. Termasuk memberikan sanksi terhadap Hidayat/Dahlan untuk tidak disertakan lagi dalam pemungutan suara berikutnya dan membayar kerugian negara akibat pelanggaran tersebut dikarenakan putusan MK telah jelas membuktikan pasangan ini melakukan pelanggaran hukum yang serius berupa praktik politik uang secara terstruktur, sistematis dan massif di seluruh wilayah Madina.
Demikian juga sanksi moral terhadap pasangan ini perlu menjadi pertimbangan tim independen dikarenakan akibat praktik politik uang tersebut telah merusak tatanan demokrasi dan nilai-nilai budaya/ adat istiadat serta nilai-nilai religius yang dianut masyarakat madina selama ini, gara-gara mereka wajah madina yang dikenal sebagai kota santri dan serambi mekahnya sumut telah tercoreng.
Kita juga menghimbau kepada tokoh-tokoh masyarakat Madina yang masih mempunyai hati nurani baik yang berada di kampung halaman maupun yang ada diperantauan kiranya merespon kasus ini secara proaktifdan serius, karena kejadian ini bukan kasus biasa melainkan pelanggaran yang menjurus kepada tindak pidana berat yang memberikan efek merusak tatanan demokrasi,nilai kejujuran, keadilan,moral, budaya dan nilai-nilai religius yang sudah lama dianut secara turun temurun oleh masyarakat Madina. Saya kuatir jika hal ini dibiarkan begitu saja bisa saja pemilihan nazir Mesjid pun nantinya harus menyuap, pemilihan Naposo/Nauli Bulung, pemilihan ketua pengajian dan perwiritan bahkan untuk menyuruh anak untuk mengerjakan sesuatu yang benarpun harus dengan iming-iming uang.
Hal ini sudah menjadi indikasi yang kuat karena dalam pengalaman penulis sebagai warga dan putra daerah Madina bahwa di sebagian besar masyarakat Madina akibat maraknya praktik politik uang selama ini dalam setiap suksesi, pilkada dan pileg mengakibatkan sudah mulai tertanam budaya sekuler, hedonis dan materialis, mereka mau mencoblos dan turut berpartisipasi dalam Pemilu hanya jika diberikan uang, “ Setan sendiripun yang akan maju sebagai Bupati jika dia memberikan uang, itu lah yang akan kami pilih” ujar salah seorang warga, pernyataan ini adalah pakta yang tidak terbantahkan yang pernah diucapkan oleh salah seorang warga di Kecamatan Panyabungan Timur di saat Pilkada yang lalu.
PRESIDEN RI DAN GUBERNUR SUMUT PANTAS MEMBERIKAN PENGHARGAAN
Sebagaimana amar putusan MK NO 41/PHPU.D-VIII/2010 yaitu, Berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi tersebut diatas, menurut Mahkamah, talah terbutki adanya pelanggaran dalam proses Pemilukadaberupa praktik politik uang (money poltic) yang terjadi di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Madina. Pelanggaran tersebut menurut mahkamah, terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massive karena telah direncanakan sedemikian rupa di kabupaten Madina, serta di lakukan secara tersusun dari tingkatan paling atas yang di mulai dari Pasangan Calon, Tim Kampanye, dan seluruh tim sampai dengan tingkatan paling rendah di RW dan RT, sehingga mempengaruhi hasil akhir perolehan suara bagi masing-masing Pasangan calon.
Selanjutnya dalam amar putusannya MK Menimbang bahwa oleh karena pelanggaran tersebut terjadi sejak sebelum pemungutan suara melalui berbagai pelanggaran yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan massive maka harus dilakukan pembatalan hasil perolehansuara di kabupaten Madina dan melakukan Pemungutan Suara Ulang di seluruh Kabupatena Madina untuk memenuhi rasa keadlian, kepastian hukum dan kemanfaatan.
Dalam amar putusan tersebut MK juga menegaskan bahwa kedua pasangan tersebut telah melanggar UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) yaitu asas kedaulatan rakyat (demokrasi) dan asas Negara hukum (nomokrasi), serta melanggar UU No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.
Sehingga sangat pantas dan layak pelanggaran berat ini diusut sampai tuntas dan memberikan sanksi seberat-beratnya kepada seluruh pihak yang bertanggung jawab terhadap gagalnya pesta rakyat tersebut. Supaya menjadi contoh dan memberikan efek jera terhadap siapa saja yang berlaku tidak jujur dalam setiap suksesi di Republik ini, bahkan tragedy demokrasi ini dapat menjadi referensi bagi calon-calon Kepala Daerah di seluruh Indonesia untuk mencegah dan menggugat oknum-oknum yang menganggap dan menjadikan materi dan uang sebagai satu-satunya cara melumpuhkan hati nurani masyarakat.
Terbongkarnya kasus ini adalah usaha luar biasa dari sekelompok generasi muda Madina yang peduli dengan kelangsungan pembangunan Madina kedepan. Menurut informasi yang saya terima, tim yang dipimpin oleh Irwansyah Nasution tersebut sebelumnya telah melakukan upaya pelaporan kepada penyelenggara pemilu, panwaslu, bupati madina, dan pihak-pihak lainnya bahwa telah terjadi praktik politik uang dihampir seluruh wilayah madina oleh beberapa pasangan kandidat bupati madina. Namun karena lambannya instansi-instansi tersebut menindaklanjutinya, maka Irwansyah dkk, terpaksa memobilisasi masyarakat untuk melakukan pencegahan praktik politik uang tersebut dengan melakukan penangkapan secara seporadis dibeberapa kecamatan di Madina. Seterusnya melaporkannya ke pihak Panwslu Madina untuk diproses secara hukum berikut barang bukti uang, voucher, sk relawan saksi dan tersangkanya.
Selnjutnya tim tersebut yang dipimpin Irwansyah NST dkk. meminta Panwaslu supaya mengeluarkan surat edaran supaya dugaan praktik politik uang tersebut yang berkedok pembagian honor relawan dalam bentuk voucer yang nilainya bervariasi untuk dihentikan oleh para kandidat bupati , namun ternyata panwaslu malah menerbitkan surat edaran No. 156/Panwaslukada-MN/V/2010 yang melegalkan pembagian uang tersebut dengan alasan sebagai honor relawan yang tidak dilarang oleh UU meskipun jumlah penerimanya tidak rasional dan tidak wajar yaitu mencapai hampir 60% jumlah DPT di MAdina . Akibatnya Irwansyah Nasution dkk memprotes Panwaslu dengan keras untuk mencabut surat edaran tersebut karenapraktik politik uang semakin meluas di seluruh KabupatenMadina.
Akhirnya melalui surat No. 163/Panwaslukada-MN/VI/2010, Panwaslu Madina membatalkan surat edaran sebelumnya,namun karena sudah terlanjur dilegalkan oleh panwaslu, pembagian uang di seluruh madina tidak terbendung lagi dan terkesan dibiarkan oleh para pihak yang bertanggung jawab untuk menceganya, tapi tim tsbt tidak kehilangan akal malah makin mengintensifkan pencegahan dengan menyita data-data dan barang bukti yang diperlukan dari masyarakat jika kelak dibutuhkan oleh pengadilan.
Ternyata apa yang dilakukan tim tersebut tidak sia-sia serta membuahkan hasil yang luar biasa, sebagaimana putusan MK no 41/PHPU.D-VIII 2010, tentang pembatalan hasil pilkada Madina, bahwa keseluruhan upaya-upaya pencegahan praktik politik uang melalui penangkapan yang dikoordinir Tim tersebut, pengumpulan alat bukti, pelaporan ke pihak terkait dan mobilisasi saksi-saksi adalah menjadi faktor utama diterimanya permohonan dari Pasangan Indra Porkas/Firdaus (calon BUpati/wakil Bupati Pemohon di MK) untuk membatalkan hasil perhitungan suara dan pembatalan penetapan pemenang Pilkada Madina di MK.
Sehingga dari alasan-alasan tersebut dan ditambah keteguhan mereka menghadapi ancaman dan intimidasi dari oknum-oknum tertentu selama proses persidangan di MK berlangsung, sangat wajar dan sangat pantas kiranya Gubernur Sumut merokomendasikan kepada Presiden RI untuk memberikan penghargaan Kepada Irwansyah Nasution dkk, karena telah berhasil mengungkap kasus yang besar yang menjadi persoalan utama dalam perjalanan penegakan demokrasi dan penegakan supremasi hukum di republik ini.
Demikian juga terhadap pasangan Indra Porkas/Firdaus sangat pantas jika Gubernur Sumut perlu mempertimbangkan untuk memberikan penghargaan kepada mereka atas perjuangan yang sungguh-sungguh dengan kekuatan dan biaya sendiri tetap teguh mengawal/mengikuti persidangan di MK meskipun tawaran damai datang silih berganti dari pihak-pihak tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H