Mohon tunggu...
Irwan Bajang
Irwan Bajang Mohon Tunggu... Penulis, Editor, Konsultan Perbukuan, -

Penulis, Blogger, Konsultan Perbukuan. Juga Tukang Masak. Pendiri @Indiebookcorner

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Denny JA, King Maker yang Tak Pernah Salah

7 Januari 2014   23:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemunculan Buku33 Tokoh Paling Sastra Berpengaruh di Indonesia dalam buku karya Jamal D Rahman dkk., ini menuai ribut dan polemik baru awal tahun. Denny JA melalui pengaruh Puisi Esainya masuk dan sejajar dengan nama-nama seperti Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Rendra, Taufiq Ismail dan nama lainnya. Jika salah satu kriterianya adalah berpengaruh—yang diartikan juga pada bagaimana respons publik akan sebuah karya/nama—maka Denny JA tentu bukan nama yang salah. Paparan kegiatan yang diadakan untuk karya Denny ini sudah lebih dari sebuah kata berpengaruh. Denny JA sangat berpengaruh bahkan melebihi semua sastrawan yang pernah ada di Indonesia, jika tolok ukur ini dilihat dari jumlah buku yang terbit, ulasan, resensi dan kritik yang timbul karenanya. Pengaruhnya sangat besar sehingga membuat nama-nama di atas menyiapkan panggung, memberi ulasan dan dibaptis memilik sebuah genre khusus dalam dunia sastra paling kontemporrer; Puisi Esai. Ini baru namanya pencapain!

Denny JA sebagai entrepreneur telah berhasil dan sukses memperkenalkan produknya. Maka mari kita ingat dan kembalikan, di mata Denny JA, sastra bukan lagi hal suci seperti yang dibayangkan oleh banyak sastrawan yang bergiat di dalamnya. Bukan tempat para pemikir berhati lembut yang peka situasi sosial lalu menulisnya dengan cerpen, puisi atau novel yang layak didiskusikan. Sastra juga bukan pula jurnalis yang tak bisa menulis berbeda dengan ideologi media tempat ia bekerja. Bukan. Sama sekali bukan. Sastra bukan cara yang paling pas untuk membedah karut-marut kondisi sosial negeri ini. Bukan, bukan sama sekali.  Sastra bagi Denny JA adalah panggung hiburan.  Meja bisnis. Siapa saja bisa ia minta jadi brand ambasador produk Puisi Esai yang ia luncurkan. Ia bisa memilih siapa saja, mendepak kapan saja, seperti kapan saja iklan provider seluler bisa mengganti artisnya dengan yang paling populer.

Denny tidak sedang menjual apapun. Tidak pula berbisnis di dunia perbukuan yang kasian dan kacau. Ia tidak mengharapkan uang dari jualan bukunya, bahkan Denny tak punya targetan mega best seller, biaya promosi yang ia keluarkan sudah sangat berlebihan. Tidak mungkin mengejar break even point dalam satu atau dua tahun. Denny mempromosikan buku puisi, bukan tutorial lolos UAN atau ujian STAN. Belum ada sejarah buku puisi melampaui buku-buku populer tersebut. Saya tahu Denny JA juga paham akan hal itu. Ia tidak berjualan buku. Ia sedang berjualan produk lain di balik bingkai Puisi Esainya.

Denny sedang membuat imej pada rekan bisnis dan klien perusahaan konsultaan politiknya. Mungkin ia hanya ingin bilang pada mereka: Hei, lihat, dunia sastra, kebudayaan, film dan puisi aja udah bisa kumasukin dalam waktu sekejap. Masih ragu bekerja sama dengan saya?

Kenapa ramai orang menyalahkan Denny JA? Ia hanyalah seorang yang sedang berbisnis. Itu haknya. Ia businessman, ia konsultan politik dan produknya adalah jualanan jasa. Mari kita anggap para punggawa sastra kita tak lebih dari sekadar artis iklan minuman kesehatan. Denny JA punya produk yang menjanjikan dan artis kita mungkin sedang butuh uang.

Jogjakarta, 6 Januari 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun