Beberapa kali mendengar keluhan penulis yang dikibuli penerbit pada tahun-tahun sebelumnya, saya mulai optimis di tahun 2013. Saya mengira kasus-kasus semacam ini akan segera berakhir. Nyatanya tidak! Keterbukaan media yang berada diujung jari saya kira akan membuat kapok banyak penerbit nakal. Nyatanya tidak. Di sebuah grup diskusi facebook yang berisi daftar panjang penerbit nakal, keluhan penulis dan kecaman terhadap penyelenggara lomba menulis, masih banyak saya temui kecurangan. Sebuah kasus penulis dan penerbit terjadi antara Gatot Suroso dan Ufuk Press. Kasus Gatot Suroso, penulis novel Jokowi Si Tukang Kayu dengan penerbit Ufuk Press menjadi salah satu lagi potret sial penulis Indonesia. Saya belum baca buku ini, saya tak bisa mereviewnya dan hanya menceritakan sedikit beberapa fenomena dan kejanggalan yang ada. Buku akan diangkat menjadi film, namun sampai film sudah mulai diproduksi, sang penulis bahkan mengaku belum mendapatkan royalti dari bukunya (royalti tidak dibayar tepat waktu). Bereder isyu bahwa sampul bukunya akan dijadikan poster film besutan K.K Deraj, sutradara sekaligus pemilik rumah K2K Production K.K Deraj, yang konsisten memproduksi film-film kancrut, komedi sangek yang kebanyakan tolol dan sama sekali tidak lucu. Tentu saja Gatot tak tinggal diam, kasus ini menjadi ramai dibicarakan banyak pihak. Tapi toh akhirnya film Jokowi rilis juga. Kasus ini mengambang begitu saja. Prestasinya K2K Deraj mendatangkan bintang porno dan Mr. Bean palsu sedikit bisa ia perbaiki dengan membuat film yang agak beres. Konon Jokowi tidak terlalu sreg dengan film dan tokoh ini. Saya kurang tahu. Harusnya pristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi penerbit. Bahwa tidak zaman lagi penulis tidak bisa memiliki posisi tawar. Seorang penulis bisa saja bicara di dunia maya dan ketika bangun tidur, seorang CEO penerbitan bisa kalang kabut karena tulisan gugatan sudah menjadi headline di beberapa blog, portal atau sudah menjadi trending topic di jejaring sosial.
- Buku Terakhir Trilogi Sepatu Dahlan Tidak Ditulis Khrisna Pabichara?
Buku biografi dan autobiografi ramai sekali sejak tahun 2012. Khrisna Pabichara mengambil jalan lain, ia menceritakan tokoh bukan melalui biografi, tapi lewat novel. Salah satu yang ramai dan saya tahu adalah Sepatu Dahlan dan seri keduanya, Surat Dahlan. Meski Surat Dahlan tak seriuh buku sebelumnya, tapi respons pembaca tak bisa dibilang sedikit. Angka penjualan dua buku ini masih mengagetkan. Trilogi buku ini disebut banyak pihak menjadi salah satu buku yang paling banyak dibaca di tahun 2013. Peluit pencoblosan segera ditiup namun buku ketiga tak kunjung terbit. Di pertengahan tahun, Khrisna malah mengumumkan dirinya tak lagi menulis di buku ketiga. Gosipnya, riset belum selesai, sementara penerbit sudah ingin segera bukunya terbit. Khrisna yang tak ingin bukunya menjadi alat kampanye, ditambah belum siap rampunya riset untuk menulis novel ketiga belum memberikan sinyal buku segera terbit. Lalu tiba-tiba terdengar kabar ada penulis lain. Bisa jadi ada masalah serius antara penulis dan penerbitnya. Saya tidak terlalu paham. Yang pasti, saya ragu dan akan bingung menilainya. Sebuah trilogi ditulis penulis lain bukan lagi layak disebut sebagai buku dengan identitas yang sama. Kecuali penulis memiliki rumusan baku untuk menulis novel tersebut, seperti sebuah buku tutorial menginstal windows 8 di komputer baru misalnya. Tapi toh ini bukan kabar burung. Khrisna sudah mengumumkannya di pertengahan tahun. Jika ada penulis lain, saya menyarankan tak mengekor lagi pada dua buku sebelumnya. Anggap saja Khrisna batal menulis trilogi. Si penulis baru silakan membuat buku lain dengan identitas/ciri buku yang lain. Lebih keren menurut saya. Kecuali buku ini masih ingin mengekor dari popularitas buku sebelumnya. Capaian Khrisna misalnya terlihat dari tulisannya dalam cerpen Gadis Pakarena (2012). Eksplorasinya tentang kebudayaan tanah kelahirannya, lalu tema yang diangkat, kekuatan nokoh dan narasi adalah modal yang bagus. Setidaknya bisa menjadi acuan dan jaminan bagaimana sebuah novel biografi kemudian ia tulis. Tugas penulis buku ketiga adalah menyamai atau melampaui Khrisna dalam menulis dua buku sebelumnya. Kalau tidak, hentikan penulisannya, buat buku lain. Ramalan Buku 2014 Sebenarnya saya ingin menambahkan satu buku, Anak-Anak Revolusi tulisan Budiman Sujatmiko yang terbit menjelang pergantian tahun. Tapi saya tak kunjung menemukannya. Buku ini ramai dibicarakan di ujung tahun. Tapi saya belum punya bukunya. Konon harganya mahal, kalau masih terbeli saya akan beli dan baca. Saya geli membaca beberapa resensi yang ditulis untuk buku ini. Bahkan salah satu resensi menyamakannya dengan otobiografi Soeharto. Ia menulis H. Muhammad Budiman Sujatmiko. Duh. Beberapa orang memuji buku ini. Bukan karena tokoh heroik yang tak lain adalah si penulis itu sendiri, tapi gaya bercerita yang konon katanya bagus. Entahlah. Tapi Anak-Anak Revolusi bagi saya adalah salah satu sinyal dan jembatan masuk ke tahun 2014. Tahun ini adalah tahun Politik. Pemilu segera berlangsung dan buku sebagai alat kampanye akan segera menjadi pilihan banyak politisi. Tahun 2014 adalah tahun pesta bagi para Ghost Writter yang akan menuliskan biografi atau otobiografi para politisi yang akan maju ke kancah politik panas 2014. Maka tunggulah, buku-buku sejenis ini akan menjadi buku paling banyak diproduksi. Selain itu demam piala dunia akan merambat dan memberi efek domino pada buku-buku seputaran bola. Trend buku bola ini bahkan sudah dimulai di akhir tahun 2013. Untuk dua ramalan trend buku ini, saya berani jamin tidak akan meleset. Hehe. Buku-buku para pesohor dunia maya, selebtwit dan sebangsanya juga masih akan menghiasi rak-rak toko buku dan rak virtual toko buku daring. Perbedaannya, kalau di tahun-tahun sebelumnya ada banyak buku instan dari artis instan, maka tahun 2014 bisa jadi titik jenuh buku-buku dan penulis semacam itu. Orang akan mulai skeptis, sebab buku baru yang beredar sudah diidentifikasi negatif. Buku bagus berbaur dengan buku sampah. Salah ambil, buku yang dibawa pulang akan mengecewakan dan jauh dari ekspektasi. Irwan Bajang | @irwanbajang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H