[caption caption="Salah satu bentuk bak sedimentasi yang dipergunakan di PDAM. (sumber : http://www.duajurai.com/wp-content/uploads/2014/10/air.jpg)"][/caption]
Beberapa waktu yang lalu diberitakan pemerintah berencana akan membentuk Dewan Air Nasional (DAN). Dewan ini nantinya diharapkan mampu membenahi kinerja PDAM yang selama ini dinilai mengecewakan.Â
Usulan rencana itu dikemukakan oleh Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dalam rapat koordinasi kementerian yang dipimpinnya. Tapi menurut dugaan saya, ide pembentukan Dewan ini berasal dari Kementerian PUPR Direktorat Jenderal Cipta Karya yang memang berada di bawah komando Kemenko Bidang Maritim dan Sumber Daya. Bisa jadi gagasan ini merupakan replikasi dari Dewan Sumber Daya Air Nasional dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air pada kementerian PUPR.
Padahal, sebelum adanya usulan ini, Kementerian PUPR sendiri telah membentuk BPPSPAM atau Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Secara ringkas barangkali tugas pokok dan fungsinya tidak akan jauh berbeda dari apa yang bakal menjadi tupoksi Dewan Air Nasional ini. (lihat :Â tugas pokok dan fungsi BPPSPAM)
Dari sejak dahulu memang pemerintah telah mengusahakan berbagai cara dan upaya meningkatkan kinerja PDAM. Bantuan berupa sarana dan prasaran fisik maupun nonfisik tak terhitung yang telah diberikan pemerintah melalui Kementerian PUPR kepada PDAM. Namun PDAM --yang sebenarnya kebanyakan bercikal bakal dari Badan Pengelola Air Minum (BPAM) di bawah Kementerian PUPR-- banyak yang mengalami kemunduran semenjak "dipaksa" menjadi PDAM. Seringkali pula PDAM mendapat julukan sebagai Perusahaan Daerah Air Mandi karena produksi airnya masih keruh.
Alasan klasik merosotnya kinerja PDAM adalah penetapan tarif air yang rendah. Bahkan, meskipun tak patut, tarif air PDAM dibandingkan pula dengan harga air minum dalam kemasan galon 19 liter seharga lima belas ribu rupiah sehingga harga 1000 liter menjadi sekitar tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah per meter kubik. Tak patut diperbandingkan seperti itu karena PDAM adalah sebuah perusahaan yang tidak hanya memikirkan untung belaka tetapi juga sebagai lembaga yang wajib melayani rakyat biasa. Oleh karena itu tarif air harus dibuat terjangkau bagi masyarakat biasa sehingga kesehatan masyarakat ikut terjamin.
Penyebab bobroknya pelayanan dan kinerja PDAM sangatlah kompleks. Mulai dari masalah teknis sampai masalah nonteknis. Pada mulanya banyak direktur PDAM yang diangkat dari pensiunan PNS seolah jabatan direktur merupakan tempat pemberdayaan para pensiunan.
Masalah sumber daya manusia juga menjadi persoalan tersendiri bagi PDAM yang sedang maupun kecil. Tidak banyak sarjana teknik lingkungan yang berkompeten di bidang air minum mau bekerja di kota kecil dengan gaji yang kecil pula. Saya menekankan masalah SDM ini karena inilah salah satu yang menjadi pokok pangkal persoalannya. Di samping itu jenjang karir bagi tenaga inti akan tersendat dan hanya akan berkutat di situ-situ saja. Tidak ada pengembangan karir.
Oleh karena itulah, kalau boleh mengusulkan, daripada membentuk Dewan Air Nasional yang mungkin nasibnya akan serupa dengan BPPSPAM, lebih baik gabungkan seluruh PDAM di Indonesia menjadi satu kesatuan perusahaan yaitu Perusahaan Nasional Air Minum atau Perusahaan Air Minum Nasional. Meskipun digabungkan sebagai satu perusahaan dengan satu manajemen, pemerintah daerah tak boleh dirugikan. Pemerintah daerah sebagai pemilik PDAM akan memperoleh saham yang proporsinya disesuaikan dengan kepemilikan asetnya di PDAM. Oleh karenanya walaupun sebagai satu perusahaan nasional, PAMN tidak boleh menjadi BUMN. Ia harus tetap menjadi BUMD dengan banyak komisaris (bisa mencapai 300 lebih komisaris sebagai perwakilan pemda -- haha banyak betul).Â
Dengan demikian, kesuksesan PDAM di suatu daerah dapat ditularkan ke daerah lainnya dengan mengirimkan tenaga kerja inti yang berpotensi sebagai pengembangan karir mereka.
Demikian, semoga ide ini tidak dianggap sepele tapi dua pele.