Mohon tunggu...
IRWAN ALI
IRWAN ALI Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti di Lingkar Data Indonesia

"Seseorang boleh saja pandai setinggi langit, tapi selama tidak menulis maka ia akan dilupakan oleh sejarah" - @Pramoedya_Ananta_Toer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Samad dalam Analogi "Samurai Tak Bertuan"

5 Februari 2015   18:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:47 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ronin atau Roshi adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan atau terpisah dari tuannya pada zaman feodal Jepang (1185-1868). Samurai menjadi kehilangan tuannya akibat hak atas kekuasaan sang tuan dicabut oleh pemerintah. Samurai yang tidak memiliki tuan tidak lagi bisa disebut sebagai samurai, karena samurai adalah “pelayan” bagi sang tuan.

Dalam budaya populer, “ronin” didramatisasi sebagai Samurai tak bertuan, hidup dan terikat pada tuan atau Daimyo dan mengabdikan hidup dengan mengembara mencari jalan samurai yang sejati.

Di zaman Muromachi dan zaman Kamakura, samurai yang kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal menjadi pengembara. Pada waktu itu, ronin sering menjadi sebab timbulnya kerusuhan skala kecil di berbagai daerah. Walaupun para daimyo banyak membutuhkan prajurit untuk berperang, ronin hampir tidak berkesempatan mendapat majikan yang baru. Situasi keamanan yang buruk menyebabkan ronin membentuk komplotan yang saling berebut wilayah dan pengaruh, beroperasi sebagai gerombolan pencoleng hingga menimbulkan huru-hara.

Pembalasan “Samurai Tak Bertuan”

Legenda Pembalasan 47 Ronin, diawali dengan kematian Sang Pemimpin Samurai, Asano Naganori. Asano terbukti melukai seorang pejabat bernama Kira Yoshinaka, dan untuk itu Asano harus melakukan ritual “Seppuku” (ritual bunuh diri). Setelah kematian Asano, Oishi – tangan kanan Asano, kemudian merencanakan pembalasan atas kematian tuan mereka. Oishi lalu mengumpulkan kembali para ronin yang berserak dan telah banyak berpindah profesi. Oishi membangun kekuatan untuk menghancurkan Kira Yoshinaka, orang yang menyebabkan Oishi kehilangan tuan. Oishi membutuhkan waktu hingga dua tahun untuk menyusun taktik dan siasat, menunggu hingga Kira Yoshinaka benar-benar lengah sebelum mengobarkan amarah balas dendam.

***

Jika ditinjau dari sudut analogi “ronin,” sepak terjang Abraham Samad sejak memimpin KPK pada 2011 silam, sesungguhnya telah banyak menabur benih ronin. Tak terbilang para Daimyo seperti Asano yang telah “dibunuh” oleh Samad. Seperti strategi apik yang diperankan oleh Oishi, para ronin yang ditinggal oleh Asano-Asano-nya, menunggu waktu yang tepat kemudian merancang strategi pembalasan untuk Samad.

Jika semua cerita yang beredar selama ini benar – dari kisah rumah kaca hingga foto mesra – maka sudah dipastikan Samad lengah. Kelengahan akan menjadi waktu yang sangat berharga dari para ronin untuk mengobarkan api balas dendam. Ronin akan membantai tanpa belas kasihan menuntaskan dendam yang selama ini terpendam.

Samad barangkali lupa bahwa tidak sedikit dari “Asano” atau “Tuan” yang telah “dibunuh” oleh KPK memiliki ronin, yang bahkan untuk melakukan ritual “Seppuku” (bunuh diri) mereka siap demi tuannya. Dan kelengahan berarti selangkah menuju “kematian.”

Kini, Samad bernar-benar terpojok seperti seekor singa jantan yang terperangkap jebakan suku primitif. Keempat kakinya telah terikat erat. Auman dan seringainya dengan memamer gigi taring yang panjang dan runcing tak lagi menggetarkan hati penduduk kampung yang menari suka cita sembari menyiapkan tungku perapian, mungkin untuk persiapan memanggang lalu menyantapnya sesaat lagi.

Ironisnya, Kawan-kawan dekat Samad di masa lalu seperti Supriansah dan Zaenal Tahir dari Makassar kini berbalik arah menjadi musuh yang ingin menenggelamkannya. Mereka berdua berbicara di media bahkan hingga bersaksi di Bareskrim Polri dan membantah sangkalan-sangkalan Samad. Mulai dari Supriansah sebagai pemilik apartemen, membenarkan tentang pertemuan Samad dengan beberapa orang petinggi PDIP sebagaimana tudingan Hasto Kristianto, yang oleh Samad dianggap sebagai fitnah.

Demikian dengan kawan Samad yang lain, Zaenal Tahir, mengatakan bahwa foto mesum mirip Ketua KPK dengan seorang perempuan yang belakangan dikenal dengan nama Feriyani Lim yang beredar adalah benar adanya. ZT mengaku bahwa ia sendiri yang menjepretnya di sebuah hotel di Makassar pada tahun 2007 silam.

Pertanyaannya, apakah kedua orang ini termasuk dalam kelompok “Samurai Tak Bertuan?” Atau mereka terancam kehilangan tuan hingga khawatir menjadi ronin? Atau mereka hanya dijadikan alat oleh scenario yang dimainkan oleh para ronin untuk membalas dendam? Entahlah, hanya Samad dan mereka yang bisa menjawabnya.

Apapun itu, kini Samad di ambang kritis, selangkah lagi dia akan terjungkal dari KPK, lembaga yang selama ini terbukti berhasil banyak menangkap koruptor – terlepas dari apapun motif penangkapannya. Melemahnya Samad adalah sebentuk peringatan keras bagi komisioner KPK berikutnya untuk tidak “beternak” ronin, Samurai Tak Bertuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun