HEBOH soal azan. Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoun diserang dari pelbagai penjuru lantaran mempersamakan suara azan serempak dengan gonggongan segerombolan anjing.
Boleh jadi menteri Yagut yang lahir dari lingkungan Islam yang kuat ini kebablasan bicara. Padahal banyak perumpamaan lain yang bisa dijadikan contoh. Sementara makhluk yang satu ini memiliki konotasi yang agak jelek. Apalagi bagi umat Islam, yang dilarang memakan dagingnya. Air liurnya saja harus disamak bila terkena ke tubuh. Anjing juga hanya boleh dipelihara untuk menjaga ladang dan peternakan. Disebut malaikat tidak mau masuk ke rumah yang ada anjingnya.
Sebenarnya pokok persoalan ini adalah masalah azan. Saat ditanya wartawan, pada intinya menteri Yaqut berharap suara azan lewat pengeras suara itu bisa tetap melestarikan kerukunan, terutama dengan umat agama lain.
Seperti diketahui, mesjid-mesjid yang terdapat di hampir semua kawasan akan mengumandangkan azan melalui pengeras suara (toa) secara serempak. Sementara banyak mesjid yang letaknya berdekatan, sehingga menimbulkan suara yang riuh.
Sampai-sampai mantan wakil presiden Yusuf Kalla, sebagai ketua Dewan Mesjid Indonesia (DMI) pernah mengusulkan agar mesjid-mesjid yang berdekatan untuk menggabungkan azan di satu mesjid saja. Namun, usulan ini tak jelas hasilnya hingga saat ini.
Sebenarnya bukan azan semata yang menjadi biang permasalahan. Sebab azan selalu dilaungkan dengan suara yang merdu, sehingga banyak orang yang suka mendengarnya. Apalagi durasinya hanya sekitar tiga menit. Namun, selain untuk azan, pengeras suara di mesjid juga dipakai untuk keperluan lain. Bahkan, seringkali diputar rekaman mengaji menjelang subuh, saat penganut agama lain sedang tidur lelap. Sementara, sering jadi candaan, yang menghidupkan rekamannya siapa tahu tidur lagi.
Untuk menyikapi penggunaan pengeras suara yang terarah, mungkin bisa ditiru masjidil haram yang jadi kiblat sholat umat Islam. Di mesjid ini pengeras suara hanya dipakai untuk azan dan sholat. Untuk pengumuman dan keperluan lain, pengeras suara dari mesjid ini tak pernah digunakan. Imam Sudais yang bacaannya sangat fasih dan merdu saja tidak pernah terdengar membaca Quran lewat pengeras suara masjidil haram - kecuali saat membaca ayat pada waktu sholat.
Karena itu, manajemen penggunaan pengeras suara di mesjid yang perlu diatur. Sebab, kini masyarakat sudah sangat heterogen, sehingga di satu kawasan penghuninya tak lagi cuma satu agama saja. Kalau dulu mungkin tidak dianggap mengusik karena masyarakatnya yang seagama bisa sama-sama maklum.
Kendati begitu, usulan untuk mengecilkan suara azan, nampaknya akan dipertentangkan banyak pihak. Sebab tujuan azan adalah untuk memanggil umat Islam melaksanakan sholat. Zaman dulu menara mesjid dibuat tinggi untuk tempat azan agar semakin jauh terdengar panggilannya. (irwan e. siregar)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI