TATKALA era reformasi mulai bergulir dan ada kebebasan membentuk organisasi, di Riau pun muncul organisasi kewartawanan yang baru. Tak usah disebut namanya. Kata ustad UAS, nanti melanggar kode etik jurnalistik.
Organisasi itu diresmikan di sebuah hotel di jantung kota Pekanbaru. Dihadiri para pejabat, tokoh masyarakat, dan para hadirin lainnya. Dengan semangat, ketua organisasi memberikan sambutan.
Menyadari kemampuan para anggotanya yang masih belum mumpuni dalam bidang jurnalistik, dia pun mengatakan untuk saat ini cukup hanya 3W dulu. Yang lainnya nanti menyusul.
Mendengar pidato ini, para hadirin yang mengerti jurnalistik tampak mesem-mesem. Wartawan yang biasa duduk di deretan belakang terpingkal-pingkal namun tetap berusaha menahan tawa.
Seandainya pidato tersebut disampaikan di kelompok masyarakat pencapir (pendengar, pembaca, dan pemirsa - istilah yang dulu dipopulerkan Menteri Penerangan Harmoko), masih mendinganlah. Tapi ini dihadapan para anggotanya yang akan terjun di dunia jurnalistik. Alangkah naifnya.
Seperti diketahui, 5W + 1H adalah rumus baku yang harus diketahui oleh wartawan. Juga untuk para juru periksa di kepolisian, di kejaksaan, maupun sekretaris apalagi humas perusahaan.
Rumus ini adalah singkatan dari What (Apa), Who (Siapa), Where (di mana), When (kapan), Why (Mengapa), dan How (bagaimana). Dengan mengajukan keenam pertanyaan ini maka wartawan sudah gampang membuat berita yang lengkap dan akurat.
Rumus ini dipakai di seluruh belahan dunia. Tak hanya untuk media cetak dan online saja. Juga di televisi dan media massa lain.
Sayangnya, rumus 3W yang diajarkan pemimpin salah satu organisasi kewartawanan itu kini mulai diterapkan, terutama online dari ibukota. Baru dua atau tiga alinea berita yang dibuatnya sudah selesai. Padahal pembaca ingin tahu lebih banyak berita yang judulnya bombastis itu.