Mohon tunggu...
Irwan E. Siregar
Irwan E. Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Bebas Berkreasi

Wartawan freelance, pemerhati sosial dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Amir Daud, Pelopor Jurnalisme Modern yang Terlupakan

30 Januari 2022   15:02 Diperbarui: 30 Januari 2022   16:38 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Majalah Pantau mengungkapkan, di lembaga pendidikan pers itu Amir Daud memopulerkan teori storytelling, yaitu menulis berita dengan berkisah. Teori ini muncul sejalan dengan meningkatnya kecepatan berita televisi di Amerika Serikat pada 1960-an. Para penerbit memerlukan paradigma baru penyajian berita suratkabar agar tak kalah dengan televisi.

Pekerjaan Amir Daud dimulai dari tukang ketik di kantor Antara, Medan, sejak Oktober 1946. Ketika kantor itu ditutup, Mohammad Said, kepala Antara Medan,  menerbitkan suratkabar Waspada di Medan, Januari 1947. Ia pun bekerja di Waspada sebagai korektor. "Saya betul-betul berada di lapisan paling bawah," tuturnya.

Tahun 1954  ia menjadi wartawan Waspada di Jakarta. Tak lama, Rosihan Anwar menariknya ke harian Pedoman. Rosihan  tertarik karena kepiawaiannya berbahasa Inggris dan perhatiannya pada masalah ekonomi.

Daud bekerja selama enam tahun sampai koran itu dibredel pemerintah pada 1961. Dari Pedoman ia ke Agence France Presse, sebuah kantor berita Prancis. Tak lama, pindah ke Associated Press milik koperasi suratkabar Amerika Serikat. Di awal orde baru Amir Daud ikut Majalah TIME.

Jakob Oetama dari harian Kompas juga mengatakan terkesan oleh disiplin Amir Daud yang all out dan bekerja tidak setengah-setengah. Check and recheck-nya kuat. "Dia memang cocok mendidik wartawan muda karena memberikan sikap dan nilai yang harus dimiliki wartawan," kata Jakob kepada Pantau.

"Jangan lupa, dia guru jurnalisme dari para wartawan, mulai Dahlan Iskan sampai Putu Setia. Dia tidak usah menjadi pahlawan, melainkan penjaga integritas jurnalisme. Dia tidak pernah melacurkan diri," tulis GM. (irwan e. siregar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun