Mohon tunggu...
Irwan Ramli
Irwan Ramli Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Try to share my opinion and perspective

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Teori Ketidakpastian dalam Pengukuran Kaitannya dengan Pemilu

2 Februari 2024   08:18 Diperbarui: 2 Februari 2024   08:45 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya Fisika tidak terlepas  eksperimen untuk menguji hipotesis sebelum bisa diterima sebagai pengetahuan baru. Eksperimen dilakukan dengan mengukur besaran atades kuantitas tertentu. Tidak sedikit hasil pengukuran menunjukkan ketidaksesuain dengan teori atau konsep fisika yang telah ada. Sebagai contoh, eksperimen yang dilakukan oleh Michelson-Morley untuk mengamati eter yang di Hipotesiskan sebagai medium pada perambatan cahaya. Eksperimen ini sampan pada kesimpulan bahwa eter ini Tidak ada dan sampan saat ini dipercaya bahwa cahaya merambat tanpa medium perantara.

Teori Fisika yang telah terkonfirmasi melalui eksperimen pun, masih terus di uji. Teori yang baik adalah teori yang mampu memberikan prediksi pengukuran selanjutnya. Sebagai contoh Gelombang gravitasi yang timbul akibat adanya tumbukan dua lubang hitang yang diprediksi Albert Einstein 100 Tahun yang lalu. Gelombang ini diamati untuk Pertama Kalinya 14 September 2015 dan dua Tahun setelahnya, 2017, hasil pengukuran ini dianugrahi hadiah Nobel. Dari hal ini kita bisa dilihat, serumit apapun teori yang dikemukakan oleh Einstein pada saat itu, tetapi tidak bisa dibuktikan secara eksperimen maka belum bisa diterima sebagai ilmu baru. R. Feynman, peraih nobel Fisika, mengemukakan "Eksperiment adalah satu-satu "hakim" atas kebenaran Ilmiah."

Hal utama dalam eksperimen ada pengukuran besaran tertentu. Setiap pengukuran selalu dilaporkan dengan ketidakpastian(uncertainty). Bahkan Walter Lewin, seorang professor emeritus dari MIT, mengatakan hasil pengukuran tanpa disertai ketidakpastiannya menjadi tidak bermakna.

Apa itu ketidakpastian?. Perhatikanlah mistar/penggaris yang sehari-hari kita pakai.  Nilai terkecil yang bisa diukur adalah 1.0 mm. Bagaimana kalau kita misalnya mengukur panjang tetapi panjangnya tetapi tidak pas berimpit dengan garis pada mistar. Sebagai contoh, panjangnya berada diantara 10.0 mm dan 11.0 mm. Kita bisa saja memperkirankan bahwa panjangnya adalah 10.5 mm, tetapi kelebihan o.5 mm merupakan angka perkiraan atau angka ragu-ragu. Keraguan inilah menjadi sumber ketidakpastian pada hasil pengukuran, sehingga dalam melaporkan hasil pengukurannya kita harus menuliskan (10.5) mm yang berarti bahwa panjang benda  yang diukur berada pada rentang 10.0 mm ~ 11.0 mm. Nilai 0.5 mm pada pengukuran ini disebut ketidakpastian mutlak. Lebih jauh tentang ketidakpastian pada pengukuran ini silahtan buka buku Teori Ketidakpastian (B. D. Djunoputro, 1984) atau Measurements and their Uncertainties: A practical guide to modern error analysis (Ifan Hughes dan Thomas Hase)

Ditahun politik ini, kita selalu dihadapkan denga hasil survey dan para kontestan pada pemilu bekerja keras untuk menaikkan hasil survey elektabilitasnya. Hasil survey ini tidak sedikit yang menimbulkan perbedaan pendapat bahkan terkadang kita dengar "saya tidak percaya survey" atau "itu survey bayaran" dll. Apa hubungannya survey dengan pengukuran dan ketidakpastiannya. Pada survey ini, pada dasarnya juga melakukan pengukuran dan kuantitas yang diukur yaitu elektabilitas dengan metode statistik tertentu.

Ada beberapa hal penting dalam menyikapi hasil survey yang dirilis lembaga survey tertentu.
(1) Metode survey yang dilakukan. Kita sering melihat hasil survey yang dilakukan oleh akun publik figur diplatform X (eks Twitter). Tentu hasilnya tidak bisa dipercaya, karena tidak semua rakyat Indonesia mempunyai akun X dan tidak semua pengguna X menfollow publik figur tersebut. Jadi ketika kita membaca hasil survey hal Pertama yang harus dicermati adalah metode yang digunakan.
(2) Waktu pengambilan data. Sebagaiman kita lihat bersama bahwa kontestan dalam pemilu akan berkeliling ke daerah-daerah untuk berkampanya, menyampaikan visi dan misi, berdialog dengan masyarakat, berkampanye dengan strategi tententu. Hal ini menyebabkan hasil survey akan sangat bergantung pada waktu dilakukannya survey.
(3) Ketidakpastian pada hasil survey atau dalam rilis hasil survey dikenal dengan margin of error (MoE). MoE ini sangat dipengaruhi oleh metode yang digunakan serta berapa jumlah sampel yang dilibatkan.
(4) Kredibilitas dan rekam jejak lembaga survey yang mengeluarkan hasil survey. Beberapa lembaga survey yang kredibel tergabung dalam keanggotaan PERSEPI.

Hal ini yang perlu kita cermati ketika ada beberapa lembaga survey yang merilis hasil temuannya. Kita bisa bandingkan metode yang digunakan. Selama metode keilmuan yang digunakan bisa dipertahankan, kita bisa mempercayai hasil tersebut. Tidak menutup kemungkinan ada perbedaan hasil survey, ketika metode yang digunakan berbeda. Bahkan hasil survey yang drilis lembaga survey yang sama pada waktu yang berbeda bisa berbeda. Jika ini terjadi, kita bisa menghugungkannya denga peristiwa politik tertentu atau bisa jadi ada kesalahan fatal yang dilakukan pada saat kampanye sehingga berpengaruh signifikan terhadap elektabilitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun