Mengembalikan Fokus Gereja pada Esensi Pelayanan
Dalam era modern yang semakin materialistis, muncul sebuah fenomena yang mengkhawatirkan di dalam tubuh gereja - yaitu pergeseran fokus dari pelayanan kepada pencarian dana. Fenomena ini telah menjadi sorotan berbagai kalangan, termasuk dalam artikel "The Commercialization of Religion" yang diterbitkan oleh Journal of Religion and Society, yang menggarisbawahi bagaimana beberapa institusi keagamaan mulai kehilangan esensi spiritualnya karena terlalu fokus pada aspek finansial.
Esensi Pelayanan Gereja
Mengacu pada penelitian Dr. David Johnson dalam bukunya "The Purpose Driven Church", gereja sejatinya memiliki lima fungsi utama: persekutuan (fellowship), pemuridan (discipleship), ibadah (worship), pelayanan (ministry), dan penginjilan (evangelism). Tidak satupun dari fungsi-fungsi ini yang menempatkan pencarian dana sebagai tujuan utama.
Profesor Robert Wuthnow dalam "The Restructuring of American Religion" mengamati bahwa gereja-gereja yang paling efektif dalam pelayanannya justru adalah mereka yang memfokuskan diri pada pelayanan spiritual dan sosial, bukan pada pengumpulan dana. Ketika gereja menjalankan fungsinya dengan benar, berkat material justru mengikuti sebagai konsekuensi alamiah, bukan sebagai tujuan.
Tantangan dan Solusi
Memang benar bahwa gereja membutuhkan dana operasional untuk menjalankan pelayanannya. Namun, sebagaimana diungkapkan oleh Pendeta Rick Warren dalam "The Purpose Driven Church", keuangan seharusnya menjadi alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Beberapa prinsip yang dapat diterapkan antara lain:
1. Transparansi Keuangan
  Gereja perlu menerapkan sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Hal ini sejalan dengan prinsip yang diuraikan dalam "Church Finance: Handle with Care" oleh Richard Hammar, yang menekankan pentingnya keterbukaan dalam pengelolaan keuangan gereja.
2. Prioritas Program
  Program-program gereja harus diprioritaskan berdasarkan dampak pelayanannya, bukan berdasarkan potensi pendapatan yang bisa dihasilkan. Studi kasus yang dilakukan oleh Christian Research Institute menunjukkan bahwa gereja-gereja yang menerapkan prinsip ini memiliki tingkat pertumbuhan jemaat yang lebih sehat.
3. Pemberdayaan Jemaat