Pertama, pemerintah perlu meninjau kembali skema pinjaman dengan menekan tingkat suku bunga seminimal mungkin. Mengacu pada praktik terbaik di berbagai negara maju, tingkat bunga ideal dalam skema student loan berkisar 1-3% per tahun.
Dengan suku bunga rendah, maka cicilan yang harus dibayar pun menjadi lebih terjangkau. Di samping itu, skema pinjaman juga harus dibuat lebih fleksibel dengan memperpanjang masa tenggang pembayaran hingga 2-3 tahun pasca lulus. Hal ini akan memberi kesempatan bagi fresh graduate untuk terlebih dahulu memperoleh pekerjaan yang layak sebelum membayar cicilan.
Kedua, cakupan skema pinjaman sebaiknya diperluas agar lebih inklusif. Selain bagi mahasiswa dari keluarga tidak mampu, pinjaman juga bisa dibuka untuk kalangan menengah yang tak mampu membiayai kuliah secara mandiri.
Namun demikian, sistem penilaian kelayakan dalam proses pengajuan pinjaman harus diperketat untuk menghindari penyelewengan.
Dengan merangkul lebih banyak kalangan, skema student loan bisa menjadi jalan masuk yang terbuka lebar bagi kaum muda untuk mengenyam pendidikan tinggi. Â
Ketiga, porsi subsidi dan beasiswa untuk pendidikan tinggi juga perlu ditingkatkan. Mengingat student loan pada dasarnya adalah skema pinjaman yang harus dikembalikan, maka keberadaan subsidi dan beasiswa tetap menjadi hal yang penting.
Porsi anggaran untuk subsidi dan beasiswa sebaiknya dialokasikan lebih besar, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Namun sekali lagi, proses penilaian kelayakan perlu diper ketat untuk menghindari kebocoran dana.
Keempat, pemerintah juga perlu mendorong skema kemitraan dengan pihak swasta dan korporasi. Perusahaan-perusahaan bisa turut berpartisipasi dengan menyediakan dana pinjaman khusus bagi mahasiswa di bawah payung CSR (Corporate Social Responsibility).
Tentunya, dalam skema ini perusahaan bisa memperoleh keuntungan tak langsung berupa akses terhadap sumber daya insani yang andal karena telah dibekali dengan pendidikan tinggi yang memadai. Bahkan dalam beberapa kasus, fresh graduate penerima pinjaman juga bisa dijamin untuk bergabung dengan perusahaan tersebut setelah lulus nanti.
Terakhir, reformasi sistem student loan juga harus dibarengi dengan peningkatan akuntabilitas dan tata kelola agar dana pinjaman benar-benar digunakan untuk kepentingan pendidikan, bukan disalahgunakan untuk hal lain.
Pengawasan ketat mulai dari proses pengajuan hingga pendistribusian dana mutlak dilakukan. Sistem pelaporan keuangan dan audit juga perlu diperketat untuk menghindari kebocoran dana. Dengan tata kelola yang baik, diharapkan sistem pinjaman pendidikan ini akan benar-benar menjadi pilar penguat capaian pembangunan manusia Indonesia.
Satu hal yang perlu selalu digarisbawahi adalah bahwa pendidikan merupakan investasi untuk kemajuan bangsa di masa mendatang. Oleh karena itu, sudah sewajibnya kita menjamin terbukanya akses pendidikan tinggi seluas-luasnya bagi generasi penerus bangsa melalui skema student loan yang andal dan terjangkau.