Debat ke-5 Calon Presiden Republik Indonesia pada Minggu, 4 Februari 2024, menyoroti isu kesehatan sebagai salah satu perhatian utama publik.
Namun, di tengah berbagai spekulasi dan pertanyaan yang muncul, masyarakat terpecah antara memandang kesehatan sebagai hak universal atau sebagai komoditas pilihan yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang yang mampu secara finansial.
Pertama-tama, mari kita pahami bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia yang mendasar.
Tetapi, dalam realitasnya, masih ada ketimpangan dalam akses terhadap layanan kesehatan, terutama antara golongan kaya dan miskin.
Fenomena ini menciptakan paradoks di mana kesehatan, seharusnya hak universal, justru menjadi komoditas terbatas.
Di negara-negara maju, sistem kesehatan berbasis asuransi sering memberikan akses lebih baik kepada mereka yang mampu membayar premi tinggi, sementara yang tidak mampu terpinggirkan.
Hal tersebut, Â menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputuskan, di mana orang miskin lebih rentan terhadap penyakit dan memiliki akses terbatas terhadap perawatan kesehatan berkualitas.
Di sisi lain, ada pandangan yang menyatakan bahwa kesehatan seharusnya dipandang sebagai komoditas pilihan di mana individu bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan mereka sendiri.
Namun, pandangan ini sering tidak memperhitungkan faktor sosial dan ekonomi yang memengaruhi kesehatan seseorang.
Untuk menyelesaikan dilema ini, diperlukan langkah konkret dari pemerintah dan masyarakat.