Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap Ketua MK Anwar Usman atas pelanggaran etik yang terkait dengan keputusan perkara 90, yang menjadi faktor penting dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Menurutnya, jika situasi serupa terjadi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), hal itu akan menimbulkan kekhawatiran yang serius terhadap proses demokrasi di Indonesia.
"Apabila terjadi kasus yang sama di KPU seperti yang dialami MK, maka hal itu akan menjadi hal yang tidak bisa kita banggakan dalam proses pemilu," ujar Ganjar di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, seperti dilaporkan oleh CNN Indonesia pada Senin (5/2).
Sebagai calon presiden nomor urut 3, Ganjar berharap bahwa putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan anggota dan Ketua KPU melanggar etik dalam proses pendaftaran dan penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden menjadi pelajaran bagi semua pihak terkait.
"Guna kebaikan bersama, saya berharap keputusan DKPP mengenai pelanggaran etik ini akan menjadi pembelajaran bagi kita semua," tambahnya.
Ganjar juga mengingatkan pernyataan penutupnya dalam debat pilpres mengenai pentingnya menjalankan demokrasi dengan baik, tanpa adanya campur tangan yang merugikan proses tersebut.
Ia juga menyoroti respons dari para ilmuwan, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kelompok masyarakat sipil yang secara aktif menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi demokrasi saat ini.
"Ini merupakan sinyal penting bagi demokrasi kita. Jika kita tidak dapat memperbaikinya hari ini, maka kepercayaan publik terhadap sistem akan semakin terkikis," tegasnya.
DKPP telah memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggota KPU karena menerima pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024.
Keputusan sanksi tersebut diumumkan oleh Ketua DKPP RI, Heddy Lugito, dalam sidang perkara 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023 yang menyoroti pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Pihak pengadu menilai bahwa tindakan KPU menerima pendaftaran dan menetapkan Gibran sebagai cawapres tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama karena KPU belum merevisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Hal ini mengisyaratkan bahwa pendaftaran Gibran seharusnya tidak dapat diterima karena aturan dalam PKPU Nomor 19/2023 masih mengatur syarat usia calon minimal 40 tahun, yang belum disesuaikan dengan putusan MK.