IKD) pada akhir tahun 2023, kita tak bisa mengabaikan kekhawatiran yang muncul. Transformasi ini, meski futuristik, harus dihadapi dengan bijak.
Di tengah gebrakan pemerintah melalui Kemenkominfo yang berniat menggantikan 50 juta e-KTP fisik dengan Identitas Kependudukan Digital (Pertanyaan yang menggelitik muncul, "Bagaimana dengan masyarakat yang gagap teknologi?" Meski kebijakan ini membawa semangat efisiensi dan kemudahan, perlu dicermati dampaknya terhadap lapisan masyarakat yang belum merangkul era digital dengan sepenuh hati.
"Seakan melupakan bahwa teknologi bukanlah sahabat akrab bagi semua orang, kebijakan ini berpotensi meninggalkan belasan juta warga dalam kebingungan."
Bagaimana dengan generasi tua yang masih asing dengan dunia maya? Mereka yang lebih nyaman dengan kertas dan pena daripada touchscreen smartphone.
Tak hanya itu, ketersediaan infrastruktur di berbagai pelosok negeri juga menjadi tantangan serius.
Bagaimana mungkin kita berharap seluruh negeri terkoneksi secara digital ketika akses internet saja masih menjadi mimpi di beberapa desa terpencil?
Mungkin pemerintah perlu memberikan jaminan bahwa transformasi ini tidak akan merugikan pihak-pihak yang belum siap. Dibutuhkan pendekatan yang inklusif, pelatihan intensif, dan pendampingan bagi yang belum terbiasa dengan identitas digital.
Jangan sampai masyarakat yang gigih membangun negeri ini terpinggirkan oleh laju teknologi yang terlalu cepat.
Transformasi boleh saja, tapi mari lakukan dengan hati, memastikan setiap langkah ke depan tidak meninggalkan siapapun di belakang. Transformasi yang memberdayakan, bukan menyisihkan.
Ancaman terhadap Kesenjangan Digital
Seiring kita memasuki era identitas digital, kita perlu menyadari bahwa kesenjangan digital akan semakin melebar.Â